TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Indonesia masih mengutamakan negosiasi untuk membebaskan 20 awak kapal MV Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia. Namun pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk memakai cara-cara lain, termasuk operasi militer.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan pemerintah masih mencoba cara-cara yang lebih menjamin keselamatan awak Sinar Kudus. "Tidak perlu khawatir pemerintah lepas tangan," kata Djoko dalam jumpa pers di kantor Presiden, Senin 11 April 2011 kemarin.
Perompak Somalia membajak Sinar Kudus di Semenanjung Arab pada 16 Maret lalu. Kapal milik PT Samudera Indonesia itu dibajak saat dalam perjalanan dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara, menuju Rotterdam, Belanda. Bersama semua awaknya, kapal bermuatan nikel senilai Rp 1,4 triliun itu kini ditawan di Pantai Eil, Somalia.
Kementerian Luar Negeri Indonesia terus memantau komunikasi dan negosiasi soal tebusan antara pemilik kapal dan kelompok pembajak. Dalam dua hari terakhir, menurut Djoko, tebusan yang diminta pembajak terus berubah. Pembajak awalnya meminta tebusan sebesar US$ 2,6 juta . Karena tak ditanggapi, permintaan tebusan berubah terus. Wakil Direktur Utama PT Samudra Indonesia Tbk, David Batubara, membenarkan berubah-ubahnya tuntutan perompak itu.
Djoko menambahkan, pemerintah Indonesia tidak mematok jangka waktu dalam bernegosiasi. "Kalau terburu-buru, justru bisa membahayakan para awak.” Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan semua opsi, termasuk operasi militer, masih terbuka untuk dilakukan. "Tapi keselamatan jiwa paling diutamakan," kata Agus kemarin. Pemerintah Indonesia, menurut Agus, sebenarnya sudah mendapat tawaran dari India untuk melakukan operasi penyelamatan bersama. Tapi, “Kami memandang tindakan semacam itu belum perlu.”
Menurut Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, penyelamatan awak Sinar Kudus tak cukup hanya mengandalkan tawar-menawar tebusan. Indonesia perlu mengirim pasukan khusus untuk membebaskan para sandera. Pada saat yang sama, “Diplomasi dengan negara terdekat harus dilakukan,” kata Tjahjo kemarin.
Adapun keluarga awak kapal meminta pemerintah tak terburu-buru menggelar operasi militer. Feby Susilo, adik ipar Mualim I Kapal Masbukhin, misalnya, mengaku khawatir akan keselamatan awak kapal bila operasi militer digelar. “Mereka kerap melepaskan tembakan untuk menakut-nakuti sandera,” kata Feby, yang mendengar tiga kali tembakan saat berbicara melalui telepon dengan Masbukhin, Ahad lalu. Kapten kapal, Slamet Juari, yang dihubungi Tempo, menyatakan 12 awaknya kini menderita sakit. "Kami cuma makan sehari sekali," ujar Slamet Juari. Mereka juga kehabisan air bersih.
Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan pemerintah Indonesia harus terus berkoordinasi dengan pemerintah Somalia. Hal itu penting bila sewaktu-waktu Indonesia terpaksa melakukan operasi militer.
EKO ARI | AKBAR TRI | HARI TRI | ADITYA B | KARTIKA C