TEMPO Interaktif, Garut - Puluhan elemen mahasiswa menggembok pintu masuk kantor Bupati dan Wakil Bupati Garut, Jawa Barat, Selasa (21/12). Pintu kantor digembok dengan cara dikunci dengan rantai besi. Akibatnya para pegawai staf Bupati dan Wakil Bupati terkunci di dalam kantor.
Para pengunjuk rasa juga melempari kantor tersebut dengan tomat dan telur busuk. Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan terhadap Bupati Aceng H.M Fikri dan Diky Chandra yang diusung dari jalur perorangan, karena telah melanggar kontrak politik dengan para mahasiswa sebelum dilantik. “Kami minta Bupati dan wakilnya mundur dari jabatannya,” ujar Koordinator aksi Lukman Nul Hakim, dalam orasinya.
Menurut Lukman, sebelum Aceng dan Diky menjabat, mereka telah menanda tangani 11 poin kontrak politik dengan para mahasiswa di Garut. Namun setelah dua tahun menjabat tidak ada satu poin pun yang dilaksanakan.
Malah tiga poin yang paling pokok semakin amburadul, diantaranya pemberantasan korupsi, reformasi birokrasi dan ketahanan ekonomi. Pada pemberantasan korupsi, malah makin banyak diantara pejabat yang terjerat kasus diantaranya kasus kepala Dinas Bina Marga Atang Subarza dalam pemeliharaan jalan tahun 2009 senilai Rp 2 miliar.
Dalam reformasi birokrasi, banyak jabatan yang kosong diantaranya jabatan Sekretaris Daerah. Dalam pengangkatan pegawai dan pejabat diduga telah terjadi praktek jual beli. Sementara dalam bidang ekonomi, kepemimpinan Aceng, tidak mampu menurunkan angka pengangguran. Bahkan banyak pedagang kecil yang kehilangan pekerjaannya, akibat menjamurnya pendirian mini market yang diduga tidak memiliki izin.
Selain itu, Aceng dan Diky Chandra juga diduga telah melanggar UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terkait dengan tugas dan wewenang serta kewajiban kepala daerah. Aceng-Diky telah membuat kesepakatan untuk membagi kekuasaan dan wilayah binaan dengan konsekuensi tidak ada intervensi di antara keduanya. “Mereka telah membagi Garut menjadi dua kekuasaan. Tindakan itu sebagai cara untuk menggerogoti uang rakyat,” ujar Lukman.
Baca Juga:
Para peserta unjuk rasa ini akhirnya membubarkan diri, setelah mengetahui orang nomor satu dan dua di Garut ini tidak ada di kantornya. Para mahasiswa melanjutkan aksinya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut dengan pengawalan ketat personil kepolisian.
Sementara itu Bupati Aceng H. M Fikri dan Wakil Bupati Diky Chandra, tidak dapat dihubungi. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, kedua pemimpin Garut tersebut tidak dapat diganggu karena tengah tidur siang.
Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Garut, Dikdik Hendrajaya, mengaku tidak dapat bekomentar banyak terkait aksi mahasiswa tersebut. Menurutnya aksi itu merupakan hal yang wajar di negara yang demokratis. “Demo itu merupakan hak mahasiswa, sedangkan mengenai tuntutannya akan saya sampaikan ke pimpinan untuk menjadi bahan evaluasi ke depan,” ujarnya ditemui di ruang kerjanya.
SIGIT ZULMUNIR