TEMPO.CO, Jakarta - Tim pencari dan penyelamat gabungan masih kesulitan mencari 20 korban hilang akibat banjir di Garut, Jawa Barat, yang tercatat telah menewaskan 33 orang. Demikian pernyataan otoritas penanganan bencana nasional pada Minggu malam, 25 September 2016.
Tim gabungan mengaku kesulitan mencari korban hilang karena wilayah yang terkena dampak begitu luas. Di sisi lain, tidak semua lokasi bisa dijangkau dengan alat berat sehingga tim harus mengandalkan peralatan manual, kata Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) dalam pernyataan tertulis.
Banjir bandang di Kabupaten Garut memaksa lebih dari 6.300 orang mengungsi. Pendataan sementara dari BNPB menunjukkan lebih dari 2.000 rumah rusak.
"Kami harus menyisir sampai Sumedang. Tim mencari korban di kawasan Bojonglarang, Cimacan, Lapangan Paris, Waduk Jatigede, dan Kampung Cusurat, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi BNPB, dalam pernyataan tertulis.
Untuk membantu pencarian, Kepolisian Daerah Jawa Barat mengerahkan lima alat berat dan delapan anjing pelacak di lokasi-lokasi dengan akses jalan yang sempit.
Baca Juga:
"Cuaca juga kurang bersahabat karena sering turun hujan," ucap Sutopo.
BNPB saat ini tengah menghitung angka kerusakan dan kerugian untuk menyusun rencana rehabilitasi seusai banjir.
Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mengerahkan sekitar 2.000 peralatan untuk memperbaiki tanggul yang jebol akibat banjir.
Untuk membantu masyarakat yang harus mengungsi, Kementerian Sosial menyerahkan 4.520 kilogram ikan mackerel dan memasak 1.750 bungkus makanan siap saji setiap hari.
Bantuan juga datang dari lembaga kemanusiaan Palang Merah Indonesia, yang mengerahkan enam mobil tangki air, menyediakan stok darah, dan mendatangkan 10 dokter untuk melayani kesehatan warga pengungsi banjir.
ANTARA