TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Irawan Nugroho, 33 tahun, warga Kota Yogyakarta menyeringai saat seorang seniman tato menusukkan jarum. Jemari sang seniman memegang alat tato dengan jarum tajam dan membentuk lambang keraton Yogyakarta.
Darah yang mengalir saat terkena jarum diseka dengan kapas. Di atas tengkuknya, sebuah lambang keraton Ngayogyakarta menjadi kebanggaan tersendiri dan merupakan tanda kecintaannya kepada keraton.
“Kami rela berdarah untuk membela keistimewaan Yogyakarta. Ini kami tunjukkan karena kecintaan kami,” kata Iwan, panggilan Irawan sambil menyeringai saat ditato, Minggu (19/12).
Bertempat di pintu gerbang beteng Vredeburg yang berseberangan dengan Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta itu, ada 10 seniman tato dari Java Tatoo Club dengan suka dan rela membuat tato berlambang keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualam. Kedua lambang itu diibaratkan sebagai dwi tunggal kepemimpinan Yogyakarta yang saat ini menjabat Sultan dan Pakualam yang sekaligus menjadi Gubernur dan waki Gubernur Yogyakarta.
Suasana di lokasi pentatoan sangat ramai. Sebab berada di kawasan wisata Malioboro. Sehingga wisatawan yang berseliweran dipastikan penasaran dengan aksi para seniman itu. Bahkan tak sedikit wisatawan rela ditato lambang kerajaan dan kadipaten di Yogyakarta itu. Sedikitnya ada 25 orang yang suka dan rela ditato lambang keraton dan pakualam saat aksi tersebut digelar sejak pagi hingga siang hari.
Menurut Widihasto Wasono, penggerak massa dan seniman tato dan merangkap menjadi mater of ceremony (MC), aksi tato oleh para seniman itu merupakan protes warga Yogyakarta terhadap kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap keistimewaaan Yogyakarta. Aksi “berdarah” itu, kata dia, tidak kalah dengan aksi cap jempol darah. Bahkan dengan ditato, orang juga merasakan sakit dan berdarah lebih banyak daripada cap jempol darah.
“Coba bayangkan, warga Yogya siap berdarah-darah, meskipun dilakukan dengan bentuk seni. Itulah orang Yogya, kesan berdarah-darah hilang diujudkan dengan tato,” kata dia.
Tato yang dibuat pun bukanlah tato yang temporer atau sementara. Melainkan tato permanen yang untuk menghapusnya pun harus mengeluarkan banyak biaya. Tindakan para seniman itu merupakan bentuk ekspresi seni yang berdasarkan kejengklelan mereka terhadap pemerintah yang selalu menyerang Yogyakarta dengan tidak mendengarkan aspirasi masayarakat.
MUH SYAIFULLAH