TEMPO Interaktif, Bandung -Sertifikasi guru ikut menyebabkan penurunan kualitas pendidikan. Dari hasil evaluasi, 10 persen guru menjadi tidak sungguh-sungguh mengajar setelah dapat sertifikat.
Menurut Sekretaris Panitia Sertifikasi Guru Rayon X Jawa Barat Uman Suherman, turunnya kualitas mengajar itu karena guru menganggap sertifikasi sebagai hasil akhir. Padahal kemampuan mengajar itu kembali diuji di kelas dan uji kompetensi ulang 5 tahun setelah sertifikat diraih.
"Mereka kurang memiliki komitmen meningkatkan mutu pendidikan," ujarnya di sela diskusi Hari Guru di gedung serbaguna Salman ITB, Kamis (25/11).
Berdasarkan evaluasi nasional, dari sekitar 2,7 juta guru di Indonesia, baru 540 ribuan guru yang telah mengikuti uji kompetensi dan mendapat sertifikat mengajar. Sebanyak 20 persen guru tersebut diketahui mengalami peningkatan cara mengajar setelah mendapat sertifikat, 70 persen guru tidak berubah, dan 10 persen guru malah menurun kinerjanya.
Bagi guru seperti itu, ujar dia, pemerintah memang tidak bisa mencabut sertifikatnya, namun tunjangannya bisa ditahan. "Karena mereka tidak bekerja secara profesional," katanya.
Adapun guru SMAN 9 Bandung, Syafaat, mengatakan penyebab masalah itu karena banyak guru yang hanya mengejar syarat portofolio agar bisa ikut uji kompetensi. Guru lainnya menjuluki mereka sebagai buser atau pemburu sertifikat.
Syarat portofolio itu adalah mengumpulkan berbagai sertifikat hasil seminar tentang pendidikan atau pelatihan guru di berbagai tempat. "Itulah kelemahan sistem portofolio," ujarnya.
ANWAR SISWADI