TEMPO Interaktif, Jakarta - Departemen Kehutanan mencabut ijin hak pengusahaan hutan (HPH) milik delapan perusahaan yang berlokasi di Riau, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur dan Gorontalo. Total luas lahan dicabut ijinnya 470.500 hektar.
Direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan ada perusahaan yang dicabut ijinnya karena tidak mengindahkan peringatan, ada juga yang mengembalikan secara sukarela. "Biasanya mereka mengalami kesulitan setelah aturan otonomi diterapkan," katanya di Jakarta, Rabu (6/1).
Perusahaan tersebut adalah PT. Riau Putra Bersama, PT. Nanjak Makmur, PT. Dexter Kencana Timber, PT. Rokan Permai Timber, keempatnya berlokasi di Riau. Lalu Inhutani II ex Falgosoon Indonesia di Kalimantan Selatan, Koperasi Andalas Mandiri di Sumatera Barat, Perusahaan Nasional Hayam Wuruk di Sulawesi Barat, Dharma Satria Nusantara di Kalimantan Timur, dan Acrisindo Utama di Gorontalo.
Hadi menjelaskan alasan pencabutan ijin beragam, mulai dari menelantarkan areal HPH, tidak mengajukan Rencana Karya Tahunan selama tiga tahun berturut-turut, mengontrakkan lahan HPH ke pihak lain, menjual saham mayoritas tanpa persetujuan menteri sampai tidak membayar PSDA (provisi sumber daya alam) dan dana reboisasi.
Selain itu 36 perusahaan lainnya, terang Hadi, sudah mendapat peringatan dan terancam akan dicabut ijinnya. "Tapi kalau mereka bisa membuktikan kalau itu tidak benar peringatan akan dicabut," jelasnya.
Perusahaan-perusahaan itu sudah mendapat peringatan sejak bulan Oktober lalu. Perusahaan yang sudah mendapat peringatan yang ketiga kali akan dicabut ijinnya Januari ini. Namun sebelum dicabut departemen kehutanan akan memanggil direktur dan komisaris.
KARTIKA CHANDRA