TEMPO.CO, Jakarta - Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) dan RSUP dr Kariadi mengakui ada praktik perundungan dan penarikan iuran Rp 20-40 juta per semester kepada mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, meminta iuran itu tidak boleh dilakukan karena tidak termasuk biaya pendidikan resmi.
"Iuran tak boleh terjadi karena bukan iuran resmi yang merupakan biaya pendidikan yang resmi," kata Nadia saat dihubungi, Kamis 19 September 2024.
Pun bila diklaim merupakan iuran sukarela, perlu didalami penggunanya. Penggunaan iuran itu harus jelas bukan untuk kebutuhan makan senior. "Penggunan harus jelas. Kalau untuk memberi makan senior? Apakah itu kewajiban?" kata Nadia.
Kemenkes saat ini masih bekerja sama dengan kepolisian untuk mengusut perundungan yang diduga menyebabkan kematian mahasiswi PPDS Undip Aulia Risma Lestari. Kemenkes juga menutup sementara PPDS untuk investigasi kepolisian. "Kami akan buka sampai budaya perundangan hilang," kata Nadia.
Sebelumnya, Dekan FK Undip, Yan Wisnu, menjelaskan bahwa pungutan ini muncul akibat beban sistem kerja yang berat. Mahasiswa baru diminta membayar uang untuk kebutuhan mereka sendiri dan para senior selama proses pendidikan di RSUP dr. Kariadi.
"Di Anestesi, mahasiswa semester 1 dikenakan iuran sebesar Rp20-40 juta per bulan untuk enam bulan pertama. Ini untuk konsumsi bersama, namun saat masuk semester 2, giliran mahasiswa semester 1 yang terbebas dari iuran," kata Yan dalam konferensi pers, Jumat 13 September 2024.
Anwar Siswadi berkontribusi dalam tulisan ini
Pilihan Editor: Langkah Undip Hingga Kemenkes Merespon Kasus Perundungan di PPDS Undip