TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Diponegoro atau Undip, Suharnomo, meminta agar penghentian sementara kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Undip di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang dapat ditinjau ulang. Keputusan penghentian sementara itu diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Layanan Kesehatan.
"Cobalah dipertimbangkan lagi, direnungkan ulang, lebih banyak manfaat atau mudaratnya dari keputusan itu," kata Suharnomo dalam keterangan resmi di laman Undip, dikutip Selasa, 6 September 2024.
Suharnomo berpendapat penghentian kegiatan itu berdampak pada kelancaran proses pembelajaran para dokter residen di RSUP Kariadi Semarang.
Bagi dia, penghentian kegiatan itu juga merugikan para mahasiswa PPDS yang sedang dalam masa pendidikan.
"Semua tahu, kita kekurangan dokter spesialis. Tentu bukan sikap bijak kalau proses pendidikannya dihentikan," ujarnya.
Suharnomo juga meminta agar warga kampusnya tidak berspekulasi soal kematian dokter Aulia Risma yang diduga karena dirundung seniornya. "Saya minta jajaran civitas akademika berhenti berpolemik dan berdebat tentang peristiwa kematian mahasiswa PPDS Fakultas Kedokteran Undip," ujarnya.
Suharnomo turut menyinggung izin praktek Dekan Fakultas Kedokteran Undip yang juga dokter di RSUP Kariadi, Yan Wisnu Parjoko. Dia menilai tidak ada relevansi antara kematian dokter Aulia Risma dan penghentian izin Parjoko.
Kemudian, Suharnomo juga meminta agar seluruh pihak bisa menunggu dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. "Stop sekarang juga. Tidak usah membuat pernyataan-pernyataan dan tidak usah terpancing. Kita tunggu sampai ada hasil penyidikan resmi dari kepolisian," kata dia.
Suharnomo pun memastikan akan menindak siapa pun pejabat kampus yang terbukti bersalah dalam kasus tersebut. "Tidak perlu banyak kata. Kalau ada yang dinyatakan bersalah, dan itu ada dalam lingkup kewenangan kami, pasti ada tindakan sesuai ketentuan yang ada. Saya bisa pastikan itu," kata dia.
Kematian dokter Aulia Risma, mahasiswa PPDS Undip menjadi sorotan setelah ditemukan ada dugaan perundungan hingga pemerasan yang dialaminya. Aulia diduga mengalami tekanan psikologis selama menjalani pendidikan spesialis di kampus tersebut, yang diduga berkontribusi pada kematiannya.
Menurut hasil investigasi sementara, Kemenkes mengungkap adanya pemerasan Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per bulan yang harus diserahkan Aulia Risma sebagai bendahara mahasiswa PPDS untuk membiayai kegiatan mahasiswa senior.
Saat ini, Polda Jawa Tengah masih menganalisis hasil investigasi yang telah diserahkan oleh Kemenkes dalam kasus kematian Aulia Risma. "Semua data yang kami terima dari tim investigasi Kemenkes akan kami dalami dan analisis dahulu guna bahan penyelidikan," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Artanto, pada Selasa, 3 September 2024.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Yan Wisnu Prajoko menyebut institusinya terbuka bagi siapa saja untuk melakukan investigasi dugaan perundungan di lembaganya. "Undip berkomitmen membuka investigasi seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, seluruhnya," ujarnya.
Yan juga meminta pihak yang terlibat dalam dugaan pemalakan seperti dalam rilis hasil investigasi sementara Kemenkes agar dibuka. "Dibuka saja siapa yag dipalak, siapa yang memalak, berapa besarannya, alirannya ke mana," kata dia.
Saat ini, aktivitas klinis PPDS Undip di RSUP dr Kariadi diberhentikan sementara selama investigasi meninggalnya Aulia. Pemberhentian tersebut dilayangkan RS Kariadi melalui surat tertanggal 28 Agustus 2024. Namun, dia enggan memberikan tanggapan terkait pemberhentian sementara itu. "Surat tersebut masih kami bahas dan pelajari dulu," ucap Yan.
Intan Setiawanty dan Aisyah Amira Wakang ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kemenkes Pastikan Prodi Kedokteran Undip Masih Berjalan