TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan mahasiswa kembali melakukan unjuk rasa di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 23 Agustus 2024. Dari pantauan Tempo, terbentang spanduk bertulis "Adili Jokowi, Penggal si Raja Jawa". Spanduk itu ditempelkan di sebuah mobil.
Perwakilan BEM SI Kerakyatan, Anas Robbani, mengatakan, unjuk rasa ini dilakukan karena mahasiswa belum sepenuhnya percaya dengan DPR. Mereka belum yakin Baleg DPR akan membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada yang menganulir dua putusan MK.
"Pernyataan yang disampaikan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco bagi kami hanya omon-omon," kata Ketua BEM UPN Veteran Yogyakarta ini.
Aliansi BEM SI Kerakyatan belum meyakini ucapan Dasco sebelum ada surat resmi dari Baleg DPR RI atau terbitnya Peraturan KPU sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Ketidakpercayaan Aliansi BEM SI karena memiliki memori dibohongi DPR pada 2019 dan 2020. Kala itu, ada pengesahan mendadak yang dilakukan malam hari oleh DPR RI.
Berdasarkan hal itu, tidak ada jaminan kejadian serupa tidak terjadi saat ini. Karena itu, Baleg DPR RI harus segera menerbitkan surat pembatalan rencana pengesahan revisi UU Pilkada.
"KPU harus segera menerbitkan PKPU sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi," kata Anas.
Menurut Anas, putusan MK merupakan harapan bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Bila putusan ini diabaikan, ada potensi melawan kotak kosong dan calon independen boneka di lebih dari 150 daerah.
"Situasi yang buruk bagi demokrasi Indonesia," kata Anas.
Di samping itu, akan ada krisis legitimasi pada hasil Pilkada akibat pembangkangan pada putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Sehingga apabila terjadi gugatan pada Pilkada, Mahkamah Konstitusi akan dapat membatalkan seluruh hasil Pilkada di seluruh Indonesia.
Baleg DPR sebelumnya mendorong agar draf revisi UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota disahkan dalam rapat paripurna, Kamis, 22 Agustus 2024. Jika UU Pilkada itu disahkan, maka hal itu bakal menganulir putusan MK.
Pada Selasa, 20 Agustus 2024, MK telah memutuskan ambang batas Pilkada akan ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait. Putusan itu termuat dalam putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Dalam putusan lain, yakni 70/PUU-XXII/2024, MK juga telah menetapkan batas usia calon kepala daerah minimal 30 tahun saat penetapan calon oleh KPU.
Namun, sehari pasca putusan tersebut, yakni pada Rabu, 21 Agustus 2024, Baleg DPR menggelar rapat untuk membahas revisi UU Pilkada. Dalam rapat itu, Baleg menyatakan tetap menggunakan ambang batas 20 persen kursi di parlemen bagi partai politik yang hendak mengusung calonnya di pemilihan kepala daerah.
Selain itu, Baleg DPR menolak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon. Keputusan Baleg DPR batas usia calon berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Pada Kamis kemarin, berbagai elemen melakukan unjuk rasa di berbagai daerah. Desakan itu membuat DPR berjanji membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan pembahasan revisi UU Pilkada batal. "Pengesahan revisi UU Pilkada yang direncanakan hari ini tanggal 22 Agustus BATAL dilaksanakan. Oleh karenanya, pada saat pendaftaran pilkada pada tanggal 27 Agustus nanti yang akan berlaku adalah keputusan JR (judicial review) MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora,” kata dia lewat akun X-nya, Kamis. Ia menegaskan kembali hal itu hari ini dan menyatakan DPR dan pemerintah akan mengacu pada putusan MK untuk menyusun PKPU Pilkada 2024.
Pilihan Editor: KPU Akomodir Putusan MK Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah Dihitung Saat Penetapan Paslon