INFO NASIONAL – Regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM terkait kewajiban produsen air minum dalam kemasan (AMDK) memberi label peringatan BPA, menimbulkan polemik di masyarakat.
Info Tempo menemukan beragam komentar warganet di media sosial yang menduga peraturan tersebut tidak berimbang. Pasalnya, BPA atau Bisphenol-A juga ditemukan pada kemasan produk makanan dan minuman lainnya.
Regulasi tentang kewajiban pelabelan bahaya BPA pada produk AMDK tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Peraturan ini telah sah digulirkan sejak 1 April 2024.
Dokter Dicky Budiman menjelaskan alasan regulasi tersebut menyasar produk AMDK, kendati keberadaan BPA juga ditemukan pada kemasan kaleng, wadah plastik untuk makanan, gelas, mangkok, cangkir, hingga peralatan makanan yang digadang-gadang aman saat masuk ke microwave.
Namun keberadaan BPA pada AMDK menjadi perhatian khusus lantaran paling banyak digunakan oleh masyarakat. “Jadi, pertimbangannya karena masyarakat Indonesia banyak mengonsumsi air mineral,” ujar epedemiolog itu.
Air bersih, dr. Dicky melanjutkan, masih menjadi isu penting di Indonesia. “Apalagi kalau bicara air minum,” kata dia. Berbeda dengan negara-negara maju yang menyediakan akses air bersih sampai ke rumah. “Di sana, air minum dari kran saja bisa dikonsumsi, kalau di Indonesia masih jauh sekali mencapai kondisi tersebut,” ucapnya.
Artinya, air minum dalam kemasan menjadi sumber utama dalam konsumsi air minum di beberapa tempat di Indonesia, baik di kota maupun desa. Badan Pusat Statistik pada 2020 memperkirakan 40 persen dari total populasi atau 111,2 juta dari 278 juta jiwa mengonsumsi AMDK.
Menukil The Conversation, jumlah tersebut diperkirakan terus melonjak setiap tahun sekira 1,24 kali. Sehingga, pada 2026 mendatang produsen AMDK mencapai 50 persen dari total populasi. Temuan ini memperkuat pernyataan dr. Dicky bahwa konsumsi AMDK di Indonesia sudah seperti kebutuhan primer untuk golongan tertentu.
Dengan demikian, regulasi pelabelan bahaya BPA pada AMDK menjadi sarana edukasi kepada masyarakat. Berbagai penelitian telah menemukan kaitan BPA dengan beragam pemicu masalah kesehatan. Mulai dari kanker, diabetes, hingga pengaruh terhadap kesuburan.
BPA juga mudah luruh karena kondisi tertentu seperti panas yang berlebih. Padahal, penanganan AMDK di jalur distribusi memungkinkan situasi tersebut terjadi. “Artinya, ketersediaan air minum yang aman, sehat dan murah menjadi hal yang harus disediakan oleh pemerintah. Oleh karena itu potensi migrasi BPA dari kemasan ke air yang diminum atau dikonsumsi tadi, terutama dalam kondisi panas, adalah satu risiko kesehatan yang perlu diwaspadai,” tutur dr. Dicky. (*)