TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memaklumi perbedaan pandangan mengenai kebijakan alat kontrasepsi untuk remaja seperti termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan.
“Pasti terjadi kontra ya karena satu pandangan dari sisi kesehatan, satu dari sisi etik atau agama. Pasti selama itu tidak akan ketemu. Tapi kan pasti ada jalan tengah,” kata Moeldoko ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa, 6 Juli 2024.
Moeldoko tidak mengajukan alternatif mengenai kebijakan ini. Namun dia meyakini ada jalan keluar dari perdebatan publik. “Ya, harus ada solusinya dong,” ucapnya.
PP Kesehatan baru khususnya Pasal 103 menyebut soal upaya kesehatan sistem reproduksi anak sekolah. Anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi Kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.
Selain itu, anak usia sekolah dan remaja juga diminta mendapatkan edukasi mengenai perilaku seksual berisiko beserta akibatnya. Tidak hanya itu, anak dinilai penting mengetahui pentingnya keluarga berencana sampai kemampuan melindungi diri dari tindakan hubungan seksual atau mampu menolak ajakan tersebut, demikian bunyi ayat 2.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, sebelumnya meminta pemerintah mencabut PP 28/2024 karena merusak masa depan anak. Peraturan ini jelas merusak masa depan anak-anak Indonesia. Jika dipaksakan, katanya anak-anak kian akan terpapar kekerasan seksual dan juga pornografi di lembaga pendidikan.
Ubaid menilai aturan ini juga dibuat diam-diam dan tidak melibatkan publik secara luas. "Padahal, beleid ini sangat terkait hajat hidup orang banyak, terutama orang tua dan anak-anak usia sekolah," kata Ubaid. Ubaid juga menolak penyediaan alat kontrasepsi pada anak di sekolah. Menurut Ubaid, mereka membutuhkan edukasi pendidikan kesehatan reproduksi, bukan kebutuhan alat kontrasepsi.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menjelaskan edukasi terkait kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi. Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan.
“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” kata Syahril dikutip dalam keterangan resmi, Selasa 8 Agustus 2024.
Menurut Syahril, pernikahan dini akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. Risiko anak yang dilahirkan akan menjadi stunting juga sangat tinggi.
Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.
Pilihan Editor: Begini Ketentuan Larangan Sunat Perempuan dalam PP Nomor 28 Tahun 2024