TEMPO.CO, Jakarta - Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (Rukki) menduga proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan mengalami berbagai gangguan dan campur tangan dari berbagai pihak, khususnya terhadap pasal-pasal yang berhubungan dengan produk tembakau. Campur tangan itu membuat beberapa pasal dalam RUU Kesehatan tersebut melemah.
Ketua Rukki Mouhamad Bigwanto mengatakan lembaganya telah melakukan analisis mengenai upaya pelemahan tersebut. Laporan itu terangkum dalam Pelemahan Regulasi Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam UU dan RPP Tentang Kesehatan 2024.
Bigwanto menjelaskan laporan itu menggambarkan bagaimana proses pembentukan regulasi tersebut dihambat oleh campur tangan industri tembakau dan pendukungnya. Salah satunya dengan melibatkan politisi senayan atau DPR untuk mempengaruhi isi RUU Kesehatan.
“Kami menemukan ada sepuluh anggota DPR yang diduga melemahkan pasal aturan terkait produk tembakau dalam RUU tersebut,” kata dia dikutip dari laman resmi Lentera Anak, pada Ahad, 4 Agustus 2024.
Dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ada Nur Nadlifah, Luluk Nur Hamidah, Nihayatul Wafiroh. Dari Golongan Karya (Golkar) ada Tunggul Purnomo, Yahya Zaini, Firman Soebagyo, Panggah Susanto, M. Misbakhun. Dari Demokrat ada Lucy Kurniasari.
Dari Partai Amanat Nasional (PAN) ada Saleh P. Daulay. Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ada Nasyirul Falah Amru dan Donny Bayu. Dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ada Muhammad Ngainirrichadl.
Beberapa dari mereka membuat narasi penolakan yang diduga melemahkan pasal dalam UU Kesehatan. Pertama, narasi soal menolak rokok disamakan dengan narkoba dan psikotropika karena tembakau mempunyai kontribusi sosial dan ekonomi.
Kedua, mengeluarkan narasi tentang dampak negatif RUU Kesehatan jika disahkan. Di mana tembakau berkontribusi besar untuk penerimaan negara. Ketiga, menolak pengaturan tembakau pada RUU Kesehatan.
“Semua politisi yang menentang pengaturan terhadap zat adiktif dalam draf RUU Kesehatan berasal dari daerah pemilihan yang memiliki pemilih dengan basis massa petani tembakau, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara,” ucap Bigwanto.
Bigwanto menegaskan, meskipun masih sulit membuktikan asal-usul dana kampanye mereka, namun narasi tersebut tetap menyiratkan ada kepentingan elektoral untuk mendapatkan dukungan dari pemodal yakni industri tembakau sekaligus kelompok petani.
Tempo masih berusaha untuk mengkonfirmasi temuan Rukki soal nama legislator yang mereka sebut turut dalam melemahkan pasal pengaturan produk tembakau di RUU Kesehatan.
Pilihan editor: Kilas Balik Kasus Dugaan Korupsi Tujuh Yayasan yang Didirikan Soeharto