TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyoroti proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi yang setiap tahun menghadapi masalah. Menurut Dede, selalu ada aduan soal kecurangan yang disampaikan ke komisinya setiap pelaksanaan PPDB.
“PPDB setiap tahun pasti ada laporan dan kami sudah berkali-kali mengatakan, ubah sistemnya diganti dengan metode yang lain,” kata Dede di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 19 Juni 2024.
Namun, kata Dede, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek menyatakan PPDB zonasi masih dibutuhkan. Alasannya, untuk tetap menjaga prinsip kesetaraan dan keadilan dalam pendidikan di daerah-daerah.
Dede menyatakan alasan Kemendikbudristek mempertahankan sistem zonasi adalah untuk menghilangkan stigma sekolah favorit dan nonfavorit. Dia berujar permasalahan kecurangan dan saling titip siswa muncul karena setiap orang tua ingin anaknya masuk sekolah favorit.
“Permasalahannya cuma sederhana, karena ada sekolah favorit itu. Karena ada sekolah favorit, semua orang ingin memasukkan anaknya ke sana. Padahal sebetulnya mestinya semua sekolah sama,” ucap dia.
Namun, menurut Dede, sistem penerimaan siswa baru akan tetap bermasalah selama pengawasan gagal dilakukan. “Mau dibikin seperti apa pun, selama fungsi pengawasannya tidak ketat, ya pasti ada yang seperti penyimpangan-penyimpangan,” kata Dede.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Kemendikbudristek di hari yang sama, Dede sempat mengeluhkan banyaknya orang tua murid yang meminta tolong agar anaknya bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Dede mengaku mendapat banyak pesan singkat dari para orang tua tersebut.
“PPDB lagi ramai-ramainya ini sudah masuk WhatsApp, SMS, bertubi-tubi yang minta tolong agar masuk ke sekolah-sekolah favorit,” ucap Dede dalam rapat Panitia Kerja atau Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X bersama Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Bappenas.
Dede pun menyayangkan sistem PPDB zonasi yang sampai saat ini masih belum dapat menghapuskan stigma sekolah favorit. “Padahal ide kita adalah dari dulu adalah sekolah favorit harus dikurangi sehingga bisa merata,” kata dia.
Pilihan Editor: Pengumuman PPDB Jabar 2024 Tak Jelas, Warganet Geram Serbu Akun Disdik