TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menjelaskan mengenai posisi Arsul Sani yang tetap menangani sidang sengketa pileg untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Arsul sebelum menjabat hakim MK merupakan pengurus PPP.
"Perlu ditegaskan kepada semua yang hadir dalam ruangan ini, yang mengikuti persidangan hari ini karena ini ada pemohon dari PPP dan ada juga mungkin pihak terkait terhadap PPP. Diberitahukan bahwa posisi Pak Arsul Sani itu akan tetap mengikuti persidangan, tapi tidak akan menggunakan hak untuk memutus," kata Saldi daam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 29 April 2024.
Seperti diketahui, sidang perdana sengketa pileg berlangsung pada hari ini dengan mekanisme panel. Saldi Isra menjadi Ketua Panel II, dengan Arsul Sani dan Ridwan Mansyur sebagai anggota.
"Beliau (Arsul Sani) tidak akan menggunakan hak untuk memutus permohonan ini, dan semua yang bersentuhan dengan PPP. Apakah itu pemohon maupun pihak terkait. Beliau nanti tidak akan mendalami kalau memang ada sesi pendalaman nanti," lanjut Saldi Isra.
Dia menjelaskan, jika Arsul tidak ikut dalam panel akan menyebabkan kuorum hakim di masing-masing panel menjadi tidak cukup. Sebagai informasi, sidang panel minimal diikuti oleh tiga orang hakim. Di sisi lain, hakim konstitusi Anwar Usman dilarang menangani sengketa pileg terkait Partai Solidaritas Indonesia (PSI), di mana kemenakannya Kaesang Pangarep menjadi ketua umum.
"Ini perlu juga ditegaskan nanti, kita nih hakim konstitusi ini posisinya berada juga pada posisi salah-salah sedikit dilaporkan ke MKMK nanti," tutur Saldi Isra
Sidang pendahuluan digelar selama empat hari dalam pekan ini. Yakni, mulai hari ini, Selasa 30 April, Kamis 2 Mei, dan Jumat 3 Mei. Dalam agenda ini, majelis hakim mendengarkan pokok-pokok permohonan.
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan total ada 297 perkara dalam sengketa pileg 2024. Dia melanjutkan, ada 297 perkara dalam sidang sengketa pileg 2024.
Fajar menyebut, Partai Gerindra dan Partai Demokrat menjadi partai politik yang paling banyak mengajukan perkara masing-masing 32 perkara. Sedangkan jika dirinci per provinsi, kata dia, Papua Tengah menjadi provinsi dengan perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Legislatif 2024 paling banyak, yaitu 26 perkara.
Lebih rinci berdasarkan jenis pengajuan, 297 perkara terdiri dari 285 perkara DPR/DPRD dan 12 perkara DPD. "Dari 285 perkara tersebut, 171 diajukan oleh partai politik dan 114 diajukan oleh pemohon perseorangan," beber Fajar.
Fajar menuturkan, untuk perkara dengan pemohon perseorangan, perkara PHPU DPRD kabupaten/kota sebanyak 74 perkara, perkara DPRD provinsi 28 perkara, DPR RI 12 perkara, dan DPD RI 12 perkara. Perkara sengketa pemilihan DPD 2024 meliputi sembilan provinsi, yaitu Papua Tengah, Papua Selatan, dan Riau (masing-masing 2 perkara), serta Maluku, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara (masing-masing 1 perkara).
Pilihan Editor: MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg Hari Ini