TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, memberikan tanggapannya terkait Rancangan undang-undang perubahan keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi atau RUU MK yang kini tengah dibahas di DPR. Padahal, sebelumnya RUU tersebut ditolak oleh Mahfud saat dirinya mewakili pemerintah di DPR.
Mahfud menjelaskan bahwa penolakan tersebut terutama berkaitan dengan aturan peralihan Pasal 87 yang dinilainya tidak umum dan berpotensi mengganggu independensi hakim MK.
“Di RUU itu disebutkan dengan berlakunya undang-undang ini maka hakim MK yang sudah menjadi hakim lebih dari 5 tahun dan belum 10 tahun gitu akan atau harus dimintakan konfirmasi ke lembaga yang mengusulkannya. Nah itu saya tidak setuju waktu itu, karena itu bisa mengganggu independensi hakim MK,” ujar Mahfud, dalam pernyataannya melalui unggahan di Instagram pribadinya @mohmahfudmd pada Selasa, 14 Mei 2024.
Namun, Mahfud juga mengakui bahwa saat ini, dengan berakhirnya ancaman terkait Pilpres, pembahasan RUU tersebut tidak masalah jika dilanjutkan.
“Waktu itu sedang menjelang Pilpres sehingga bisa saja hakim MK bayang-bayangnya oleh ancaman konfirmasi kepada institusi pengusul itu. Maka saya waktu itu minta agar itu (RUU MK) tidak diteruskan,” imbuh dia.
Menurut Mahfud, secara kenegaraan, pembahasan RUU MK tersebut sah. Ia menegaskan bahwa saat ini, baik positif maupun negatifnya, pembahasan RUU tersebut bisa dilanjutkan. Misalnya, jika RUU tersebut disahkan, tiga hakim MK yang harus dimintakan konfirmasi yaitu Saldi dan Enny kepada Presiden, lalu Suhartoyo kepada Ketua MA, dapat tetap bertugas sampai berakhirnya masa SK (Surat Keputusan) mereka. Namun, ketiga hakim MK tersebut juga dapat langsung diganti.
Mahfud menambahkan, bagi pemerintah, terutama setelah Pilpres selesai, pembahasan RUU MK tidak lagi menjadi ancaman. Dia mencontohkan bahwa jika tiga hakim MK yang dimaksud masih dapat bertugas sampai masa SK mereka berakhir, hal ini tidak akan mengancam pemerintah. Bagi dia, diteruskannya pembahasan RUU MK dapat menjadi tindakan politik etis bagi pemerintah dan tinggal menangani seperti kasus biasa.
“Nah mereka ini, seperti Suhartoyo, sudah akan pensiun tahun depan. Saldi pensiun tahun 2017, Enny pensiun 2018. Memang sudah tidak akan bertugas mengurusi Pilpres lagi sehingga diteruskan pun tidak apa-apa,” kata Mahfud. Namun demikian, Mahfud menekankan bahwa dirinya tak mengikuti perkembangan berikutnya terkait RUU tersebut.
Sebelumnya, RUU MK baru saja diterima oleh Menko Hadi Tjahjanto di tingkat Panitia Kerja (Panja) saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung DPR RI, Senin, 13 Mei 2024. Atas nama pemerintah, persetujuan tersebut nantinya akan membawa RUU MK ke pembahasan tingkat II di Sidang Paripurna DPR RI.
"Atas nama Pemerintah, kami menerima hasil pembahasan RUU di tingkat Panitia Kerja yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat I pada hari ini. Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU MK di Sidang Paripurna DPR RI," kata Hadi.
Sebelumnya, Rapat Kerja Komisi III DPR RI sipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Golkar Adies Kadir dan Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman. Rapat tersebut berlangsung saat DPR sedang dalam masa reses. Meskipun demikian, persetujuan untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut telah diperoleh. Sidang berikutnya baru dimulai pada hari ini Selasa, 14 Mei 2024.
"Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan Pemerintah apakah pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi dapat dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna," ujar Adies Kadir, dikutip melalui laman resmi DPR RI, Senin.
Dalam rapat tersebut, Adies menjelaskan bahwa pada 29 November 2023, Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR RI dan Pemerintah telah mencapai kesepakatan terkait RUU tentang Mahkamah Konstitusi. Kesepakatan tersebut memungkinkan pembahasan RUU tersebut untuk langsung dilanjutkan pada Pengambilan Keputusan Pembicaraan Tingkat I melalui Rapat Kerja di Komisi III.
Selain itu, Adies juga menyampaikan bahwa panja telah melaporkan hasil pembahasannya kepada fraksi-fraksi, dan fraksi-fraksi telah menyampaikan pendapat akhir mini fraksi serta menandatangani naskah RUU tentang Mahkamah Konstitusi. Namun, pemerintah belum memberikan pendapat akhir mini dan belum menandatangani naskah RUU tersebut.
Adies merinci, berdasarkan Pasal 163 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, mekanisme Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I membutuhkan pendapat akhir mini dari Presiden dan penandatanganan naskah RUU oleh pihak pemerintah, namun menurut dia, hingga saat ini belum dilaksanakan.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Pilihan Editor: Biaya Kuliah Telkom University 2024 Kampus Utama, Jakarta, dan Surabaya