Dia mengatakan, terjadi relasi kuasa antara Ketua KPU dengan korban. Meski demikian, Aristo menyebut, relasi kuasa yang dimaksud tidak sampai pada ancaman yang berkaitan dengan pekerjaan. "Enggak ada ancaman secara khusus. Enggak sampai ke situ," ucap dia.
Aristo menyebut, korban telah menyerahkan sejumlah barang bukti mulai dari percakapan, foto, maupun bukti-bukti tertulis lainnya. Dia mengatakan, laporan itu sudah diterima DKPP.
"Secara formil memenuhi syarat maka diberi tanda terima mudah-mudahan bisa diterima secara materiil. Supaya bisa disidangkan," ucap dia.
Aristo mengungkap, akibat kejadian itu, korban masih mengalami trauma. Bahkan, kata dia, korban merasa sangat dirugikan hingga akhirnya mengundurkan diri sebagai anggota PPLN sebelum pelaksanaan pemungutan suara.
Tim hukum korban berharap DKPP dapat menjatuhkan sanksi berat yaitu pemberhentian dari jabatan Ketua KPU. Pasalnya, Hasyim dinilai telah melakukan perbuatan sejenis sebelumnya.
"Tipologi perbuatannya adalah sama, sama dengan Hasnaeni. Artinya kalau begitu sudah tidak ada lagi sanksi peringatan keras terakhir, (adanya) sanksi yang terberat, yaitu diberhentikan," ucap Aristo.
Sebagai informasi, pada Agustus 2022 lalu, Hasyim tersandung skandal dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni Moein alias Wanita Emas. Kala itu Hasyim terbukti melakukan perjalanan pribadi ke Yogyakarta bersama Wanita Emas. Di sana, keduanya pergi ke pantai dan mengunjungi gua. Pertemuan itu menjadi polemik lantaran Hasnaeni merupakan pemimpin partai calon peserta Pemilu.
Tempo sudah berupaya meminta klarifikasi atas kasus ini pada Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Namun, hingga berita ini ditulis, Hasyim belum menanggapi pesan yang dikirimkan.
Pilihan Editor: Setelah KKB Kembali Jadi OPM, Ini Pendekatan yang akan Dilakukan TNI di Papua