TEMPO.CO, Jakarta - Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud Md telah resmi mendaftarkan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU Pilpres ke Mahkamah Konstitusi atau MK.
Kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Md sama-sama meminta pemilihan presiden atau Pilpres 2024 diulang tanpa diikuti oleh pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Diketahui sebelumnya, Prabowo-Gibran telah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU pada 20 Maret 2024 lalu.
Berdasarkan hasil rekapitulasi suara KPU, Prabowo-Gibran unggul dengan 58,58 persen suara diikuti Anies-Muhaimin dengan 24,95 persen suara dan Ganjar-Mahfud memperoleh 16,45 persen suara.
Baik kubu Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud menyoroti proses pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo yang ditengarai menabrak konstitusi serta terindikasi melanggar hukum dan etika sebagaimana putusan yang disampaikan Majelis Kehormatan MK (MKMK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Lantas bagaimana peluang kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Md soal kemungkinan Pilpres 2024 diulang dengan mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran? Dapatkah MK mengabulkan permohonan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud itu? Berikut pernyataan para pakar yang dilansir Tempo.
Analis sosial politik UNJ
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyebut gugatan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud bisa dikabulkan jika pembuktiannya dapat meyakinkan hakim bahwa telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM.
"Kalau kubu 01 dan 03 punya bukti empirik dan valid untuk membuktikan kecurangan secara TSM, saya kira putusan diskualifikasi pasangan pemenang itu hal yang mungkin terjadi. Tetapi jika tidak ada bukti yang meyakinkan, maka sangat sulit gugatan itu dikabulkan MK," ujar Ubedillah saat dihubungi pada Ahad, 24 Maret 2024.
Namun ada sejumlah catatan yang diberikan Ubedillah. Menurut dia, peluang gugatan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ke MK sulit dikabulkan jika gugatannya soal angka atau kuantitatif perolehan suara.
Namun katanya, jika gugatannya secara kualitatif soal terjadinya kecurangan secara TSM dengan disertai data-data temuan empirik, valid, dan meyakinkan hakim MK, gugatan itu memungkinkan dikabulkan.
"Meskipun kemungkinannya fifty-fifty karena faktor subjektif para hakim yang masih mungkin muncul," kata dia.
Dia juga menyoroti alat bukti politisasi bantuan sosial yang diajukan oleh tim hukum dari kedua kubu. Menurut dia, bukti politisasi bansos sebenarnya bisa menjadi bukti untuk hak angket DPR. Namun di MK untuk gugatan TSM, kata dia, mungkin lebih pas menunjukkan bukti keterlibatan struktur kekuasaan dari presiden hingga aparat di level desa secara terstruktur.
Kemudian menunjukan bukti semua itu dilakukan dengan perencanaan atau by design (sistematis) dan terjadi di mana-mana secara masif atau terjadi di lebih dari 50 persen provinsi di Indonesia.