Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, mengatakan tuntutan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud pasti dianggap tidak realistis bagi orang-orang yang melihat Pemilu sebagai angka-angka normatif.
"Tapi bagi yang memandang Pemilu sebagai sebuah prinsip, tuntutan pembatalan pasangan prabowo-gibran itu make sense (masuk akal)," kata dia kepada Tempo, dikutip pada Senin, 25 Maret 2024.
Castro, sapaannya, menjelaskan pada Pemilu 2019 lalu, Ma'ruf Amin juga masuk ke dalam dalil permohonan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke MK. Sebab, katanya, Ma'ruf masih menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas di sejumlah bank syariah.
Tapi, lanjut Castro, permohonan tersebut ditolak oleh MK. Sedangkan dalam kasus Gibran, kata dia, situasinya berbeda karena ada pelanggaran etik berat yang membuat legitimasi Pemilu dipertaruhkan.
Seperti diketahui, MK mengeluarkan putusan dari perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Sehingga seseorang bisa mencalonkan diri sebagai cawapres, asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Adapun paman Gibran, Anwar Usman, kala itu menjabat sebagai Ketua MK. MKMK lantas memutuskan Anwar Usman melanggar kode etik dalam memutuskan Perkara 90 tersebut.
"Jadi, hal yang wajar dan realistis kalau pembatalan masuk dalam tuntutan," ucap Castro.
Dia menegaskan, peluang tuntutan ini lebih besar ketimbang permohonan pada Pemilu 2019. Tapi, ini juga tergantung MK.
"Tidak bisa MK hanya berpatokan pada angka-angka, tapi harus mengedepankan prinsip dan keadialan Pemilu," ujar Castro.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari juga mengatakan tuntutan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Md adalah hal yang wajar.
"Bagi saya, mengubah undang-undang melalui putusan MK adalah bagian dari sandiwara kecurangan proses penyelenggaraan Pemilu," ucap Feri kepada Tempo.
Dia menuturkan, tidak lumrah sebuah aturan main diubah ketika Pemilu akan berlangsung. Oleh sebab itu, dia menduga ada nuansa kolusi dan nepotisme.
"Paman meloloskan keponakan demi tujuan elektoral-elektoral tertentu," ungkap Feri.
Dia menegaskan, hal tersebut adalah upaya mencurangi proses Pemilu. Sehingga, menurut Feri, wajar saja pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan permohonan ke MK.