Gufron mengatakan penghapusan tersebut tidak sekadar bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian, tetapi untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional dan secara lebih luas lagi merupakan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia.
4. Pengamat Militer Aris Santoso: Dikhawatirkan akan Ada Aliran Besar Perwira TNI Mengisi Pos Sipil
Pengamat Militer Aris Santoso mengkritik rencana pemerintah yang memperbolehkan jabatan sipil di instansi pusat diisi anggota TNI dan Polri. Menurut dia, rencana itu bisa mengakibatkan dominasi perwira TNI/Polri yang mengisi pos sipil.
"Mengapa harus diberikan kepada perwira TNI? Ini dikhawatirkan akan ada aliran besar perwira TNI mengisi pos sipil, mengingat di TNI, khususnya AD, ada surplus kolonel dan brigjen," ujar Aris dalam keterangannya kepada Tempo pada Kamis, 14 Maret 2024.
Aris menilai rencana ini berpotensi juga menghadirkan kompetisi antara ASN dan TNI/Polri. Kompetisi ini, kata Aris, justru mengkhawatirkan karena biasanya kandidat dari militer akan lebih sering dimenangkan daripada kandidat ASN. "Mengingat setiap rezim selalu bersikap ramah secara politik kepada TNI. Ini juga merupakan indikasi posisi tawar TNI AD masih kuat," ucap dia.
Aris menilai sebenarnya ASN memiliki kompetensi dan latar pendidikan yang cukup untuk mengisi berbagai posisi penting di pemerintahan. Karena itu, sebaiknya jabatan sipil tidak diisi oleh TNI/Polri dan diberikan ke ASN.
DANIEL A. FAJRI | RIRI RAHAYU | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO
Pilihan editor: Peneliti Sebut Gibran Belum Punya Kapasitas Pimpin Golkar, Ini Alasannya