TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi masyarakat sipil dan keluarga korban penculikan menolak pemberian gelar Jenderal Kehormatan yang diberikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada Prabowo Subianto. Lantas, apa alasan mereka menolak pemberian gelar tersebut?
Koalisi Masyarakat Sipil
Koalisi Masyarakat Sipil yang mencakup 20 organisasi menilai penganugerahan tersebut merupakan langkah keliru. Kelompok ini menyinggung Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP yang menetapkan Prabowo bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan. Salah satu penyimpangan tersebut adalah menculik beberapa aktivis pro-demokrasi pada 1998.
“Hal ini tidak hanya tidak tepat tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil, pada Rabu, 28 Februari 2024. Koalisi juga mendesak Jokowi tidak mempolitisasi TNI dan meminta TNI tidak dilibatkan dalam “cawe-cawe” politik praktis dengan memberikan pangkat kehormatan kepada pelanggar HAM.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
KontraS mengecam dan meminta presiden membatalkan pemberian gelar istimewa kepada Prabowo. Wakil Koordinator KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan pemberian gelar tersebut merupakan keputusan keliru. Menurut dia, gelar ini tidak pantas karena penerima gelar memiliki rekam jejak buruk dalam karier militer, terutama keterlibatan dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.
Direktur Imparsial
Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mengatakan, pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo merupakan anomali. “Pemberian gelar jenderal kehormatan bagi anggota/perwira yang pernah diberhentikan dari dinas kemiliteran merupakan anomali, tidak hanya dalam sejarah militer, tetapi juga politik Indonesia secara umum,” jelas Gufron, pada Rabu, 28 Februari 2024.
Menurut Gufron, pemberian gelar tersebut menjadi langkah politis Jokowi. Penyematan jenderal kehormatan ini menjadi bagian dari transaksi kekuasaan politik elektoral yang menyakiti korban pelanggaran HAM dan menganulir dugaan keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran HAM berat masa lalu.
Keluarga Korban Penculikan
Salah satu keluarga korban, Paian Siahaan, ayah Ucok Munandar Siahaan, mengaku kecewa karena negara memberi penghargaan Prabowo tanpa pernah mengusut perannya dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu. Kenaikan pangkat ini adalah hal yang tidak masuk akal. Sebab, Prabowo telah diberhentikan dari TNI karena perannya dalam Satuan Tugas Mawar yang menculik aktivis pada 1997-1998.
“Masa orang yang sudah dipecat dari TNI diberikan naik pangkat tanpa ada rehabilitasi? Terus orang yang disangka pelaku kejahatan kemanusiaan atau pelanggar HAM diberikan kenaikan pangkat?” tutur Paian, pada Selasa, 27 Februari 2024.
Paian menyatakan pemberian pangkat kehormatan Prabowo merupakan tanda rusaknya demokrasi Indonesia. Ia menuding Jokowi menjadi biang kemunduran demokrasi. Bahkan, ia menyebut Jokowi sudah tidak waras.
KORAN TEMPO | DANIEL A. FAJRI | SULTAN ABDURRAHMAN | YUNI ROHMAWATI | IMAM HAMDI
Pilihan Editor: Jokowi Beri Gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo, Apa Kata Keluarga Korban Penculikan?