TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengimbau DPR sebagai peserta pemilu harus memahami batas-batas kewenangannya dalam mengajukan hak angket. Ia mengimbau substansi isu yang dipertimbangkan dalam hak angket tidak melebar kepada isu-isu liar, seperti pemakzulan Presiden dan pembatalan hasil pemilu.
"Isu-isu liar yang dapat dinilai memenuhi unsur sebagai tindakan makar yang diatur dalam KUHP," kata Jimly dalam keterangan tertulis, Ahad, 25 Februari 2024.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK itu mengatakan pengajuan hak angket juga harus mempertimbangkan aspek timing dan jadwal waktu yang tersedia. Ini bertujuan memastikan pelantikan anggota DPR, DPD, DPRD, dan presiden dan wakil presiden terpilih yang telah ditentukan tidak terganggu. "Untuk menjamin jangan sampai terjadi kevakuman kekuasaan menurut UUD 1945," ujar Jimly.
Mantan Ketua Majelis Kehormatan MK itu mengimbau DPR, Komisi Pemilihan Umum atau KPU, Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP, dan MKMK serta lembaga lain yang terkait, perlu bekerja semakin aktif dengan sikap independen, imparsial, professional, transparan, dan berintegritas.
Menurut Jimly, lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu harus menyadari kedudukannya sebagai cabang kekuasaan keempat di luar pemerintahan eksekutif legislatif, dan cabang kekuasaan kehamkiman. "Presiden/Wakil Presiden dan para anggota adalah peserta pemilu, sedangkan kekuasaan kehakiman, berfungsi mengadili proses dan hasil pemilu," ujarnya.
Jimly menilai KPU, Bawaslu dan DKPP adalah kekuasaan tersendiri yang tidak boleh tunduk di bawah tekanan para anggota DPR ataupun pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai peserta pemilu. Apapun hasilnya, dia menilai pelaksanaan hak angket tidak boleh dipaksakan efektivitasnya terhadap keputusan KPU mengenai teknis pelaksanaan tahapan pemilu beserta hasilnya.
"Kecuali atas perintah Bawaslu atau PT-TUN, dan Mahkamah Konstitusi dengan putusan yang berlaku final dan mengikat," ujar Jimly.
Wacana hak angket mulai digulirkan oleh calon presiden Ganjar Pranowo. Ia meminta partai pendukungnya untuk menggunakan hak tersebut di DPR. Wacana itu pun mendapat dukungan dari partai pendukung capres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Menurut Ganjar, hak angket ini diperlukan untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Pilihan Editor: Soal Wacana Hak Angket Pemilu, Jimly Asshiddiqie: Positif, tapi Ada juga Proses Hukum yang Harus Ditempuh