TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, kecewa karena pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menghadiri sidang praperadilan perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada hari ini, Senin, 11 Desember 2023.
"Tentu saja kami selaku kuasa hukum pemohon merasa prihatin dan kecewa atas ketidakhadiran tersebut," kata pengacara Eddy, Luthfie Hakim, di PN Jakarta Selatan hari ini.
Menurut Luthfie, pihaknya sudah siap untuk menghadapi praperadilan hari ini. Namun, KPK hanya mengirimkan surat yang menyatakan ketidakhadiran mereka.
Luthfie mengklaim hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan KPK sebelumnya yang mengatakan sudah siap menghadapi persidangan.
"Mereka menyatakan sudah siap untuk menghadapi praperadilan ini tapi pada kenyataannya kita menghadapi mereka tidak hadir," ujar Luthfie.
Dia pun mengatakan pihaknya sudah berusaha untuk menjalani proses hukum sesuai aturan yang berlaku.
"Yang penting bagi kami tim pemohon kuasa hukum itu kooperatif dan mengikuti aturan main yang sudah ditentukan," ucapnya.
Sidang ditunda pekan depan
PN Jakarta Selatan menunda sidang perdana praperadilan tersebut karena permintaan dari KPK. Kepala Hubungan Masyarakat PN Jakarta Selatan Djumyanto mengonfirmasi hal tersebut.
"Sidang tunda (menjadi) Senin, 18 Desember 2023," ucap dia melalui pesan singkat.
Juru Bicara KPK Ali Fikri, menyatakan pihaknya tak hadir karena masih melengkapi dokumen. Selain itu, dia berujar bahwa tim biro hukum KPK juga ada kegiatan lain di luar Jakarta.
"Masih menyiapkan kelengkapan dokumen dan tim juga ada agenda lain sidang di luar Jakarta," kata dia.
Kasus yang menjerat Eddy
Eddy Hiariej mengajukan gugatan praperadilan terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK. Eddy bersama dua koleganya, Yogi Ari Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemberian suap oleh pengusaha Helmut Hermawan. Helmut juga sudah menjadi tersangka dan bahkan sudah ditahan oleh KPK.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM itu diduga memperdagangkan kewenangannya dalam sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri, perusahaan milik Helmut Hermawan yang mengantongi konsesi 2.000 hektare tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Eddy Hiariej disebut menerima suap Rp 8 miliar melalui Yosi dan Yogi yang disebut sebagai asistennya. Eddy pun telah membantah menerima suap tersebut.Akibat kasus ini, Eddy pun telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai Wamenkumham.