TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Tim Kerja Perencanaan dan Efektifitas Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Dicky Martono menjelaskan persoalan guru honorer yang dipecat usai kedatangan guru PPPK baru. Dia mengklaim bahwa yang dilakukan sebenarnya bukan pemecatan, melainkan penataan.
"Jadi penataan bisa mengisi yang kosong juga melakukan distribusi," katanya di Natuna, Kepulauan Riau pada Kamis malam, 16 Mei 2024. Misalnya di kasus sekolah tersebut, lanjut Dicky, kondisi awalnya secara jumlah guru honorernya berlebih. Kemudian mata pelajaran yang diampu tidak linear dengan yang dimiliki saat ini.
Pada saat ada seleksi PPPK, Dicky menuturkan bahwa ada sekolah lain dan di sekolah itu mata pelajaran yang dilinearkan ada yang kosong atau kekurangan, tapi tidak dimiliki oleh guru honorer setempat sehingga yang menang adalah yang sesuai dengan linear, yakni guru PPPK.
"Begitu oleh Pemda dilakukan penempatan, maka seolah-olah mereka yang honorer ini merasa tersingkir. Padahal mereka tidak tersingkir karena bukan linearnya yang dibutuhkan di sekolah itu," ujarnya.
Pada prinsipnya, dia mengatakan seharusnya para guru honorer tidak dipecat. Mereka berkesempatan ikut PPPK selanjutnya jika formasi jabatan atau mata pelajaran yang dibuka oleh Pemda sesuai di sekolah lain. Kemendikbudristek mengaku tidak menyarankan para guru honorer ini dipecat. Namun, pemecatan itu bergantung dari Pemda maupun sekolah yang mengangkat mereka.
Dicky menjelaskan, persoalan ini terjadi untuk memetakan guru sesuai beban kerja supaya guru tersebut pada saat sudah sertifikasi guru akhirnya bisa memenuhi 24 jam sehingga haknya juga akan terpenuhi. Sedangkan, jika terkumpul di satu konsentrasi satu sekolah, akhirnya beban kerja jam guru tersebut kurang. Maka dari itu, harus dikakukan distribusi, "Kalau misalnya sudah sertifikasi dan tetap di situ, dia tidak akan mendapatkan tunjangan profesi guru atau TPG karena jamnya kurang."
Sebelumnya, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) membeberkan laporan dari para guru honorer sekolah negeri se-provinsi Jawa Barat yang menyebut bahwa eksistensi mereka terancam dengan penugasan guru PPPK baru di sekolah mereka. Bahkan, para guru honorer diberhentikan kepala sekolah karena kedatangan PPPK guru yang akan menggantikan tugas mereka.
Berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah, pemecatan guru honorer sekolah negeri akibat kedatangan guru PPPK tidak hanya terjadi di Jawa Barat, tapi juga di Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Banten, Jakarta, Jawa Tengah, dan Bali.
Pilihan editor: Soal RUU Penyiaran, Pakar Ilmu Komunikasi Unand Soroti Pasal-pasalya: Ancam Kemerdekaan Pers