KPK mengumumkan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e- KTP pada 17 Juli 2017. Pengadaan proyek itu terjadi pada kurun waktu 2011-2012, saat Setya menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR. Ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Narogong, ia diduga ikut menyebabkan kerugian negara triliunan rupiah.
Sengkarut kasus proyek e-KTP dengan tersangka Setya Novanto terbilang cukup panjang. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Setya mengajukan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setnov, singkatan Setyo Novanto, menang dan status tersangka dibatalkan pada 29 September 2017. KPK lalu melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP pada 5 Oktober 2017.
Dinukil dari Majalah Tempo edisi 19 November 2017, sepanjang Oktober, tim penyelidikan KPK bolak-balik Jakarta-Singapura untuk menemui saksi yang mengetahui aliran duit proyek e-KTP yang langsung diterima keluarga Setya. Saksi ini enggan menyerahkan berkas yang dimilikinya di Jakarta karena khawatir akan keselamatannya. Dari dokumen itu, terlacak aliran uang yang diduga ditujukan ke keluarga Setya.
Modusnya mirip dengan aliran dana untuk Irvanto Hendra Pambudi, keponakan Setya, yakni uang e-KTP dari Direktur Utama Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem, dan bos PT Quadra Solution, Anang Sugiana, masuk ke rekening pengusaha Made Oka Masagung, kawan lama Setya. Marliem menyetor US$ 1,8 juta atau sekitar Rp 24 miliar dalam kurs saat ini ke rekening Oka. Adapun Anang mentransfer US$ 2 juta atau setara dengan Rp 27 miliar ke rekening yang sama.
Di persidangan perkara e-KTP terungkap bahwa Oka menampung duit e-KTP hingga US$ 6 juta atau kurang-lebih Rp 81 miliar, padahal perusahaannya tak terlibat proyek senilai Rp 5,9 triliun yang dimulai pada 2011 itu. Setelah menerima uang dari Anang, Oka mencairkan duit itu dan mengirim sebagiannya ke pengusaha Muda Ikhsan Harahap senilai US$ 315 ribu atau sekitar Rp 1,25 miliar.
Di persidangan, Ikhsan mengaku menyerahkan Rp 2,1 miliar dalam bentuk dolar Singapura kepada Irvanto di Jakarta. Dalam kesempatan lain, Oka mentransfer uang itu langsung ke rekening Irvanto. Saat bersaksi untuk terdakwa Andi Narogong di pengadilan, Oka mengakui adanya aliran uang dari Anang Sugiana, tapi ia menyanggah meneruskannya kepada Ikhsan dan Irvanto. Sedangkan Irvanto tak membantah telah menerima “paket” dari Ikhsan. Ia juga mengaku sebagai keponakan Setya.
Dengan bukti baru inilah KPK kembali menjerat Setya. Sementara pada gelar perkara terdahulu pimpinan KPK dan penyidik tak bulat memutuskan Setya sebagai tersangka, kini mereka solid. Bukti dari Singapura menunjukkan dengan telak Setya mengeruk keuntungan dari proyek e-KTP. Setya berulang kali menyanggah keterlibatannya dalam proyek e-KTP. Fredrich Yunadi, pengacaranya, pun membantah uang dari Oka sampai ke Setya ataupun keluarganya.
“Tak ada keluarga Setya Novanto yang terlibat dalam kasus e-KTP,” ujarnya.
Selanjutnya: Drama Setyo Novanto