TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada atau UGM Nyarwi Ahmad meminta DPR merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hal ini buntut keterlibatan sejumlah menteri sebagai calon dan pendukung dalam Pilpres 2024.
Para menteri yang ikut serta dalam Pilpres 2024 adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai capres Koalisi Indonesia Maju atau KIM, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md sebagai cawapres pendamping Ganjar Pranowo.
Anak buah Presiden Jokowi lainnya, yakni Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri BUMN Erick Thohir mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sejumlah wakil menteri juga mendukung pasangan ini.
Nyarwi mengatakan UU Kementerian Negara belum mengatur tentang potensi abuse of power atau penggunaan kekuasaan secara berlebihan oleh presiden. Potensi itu juga muncul dari para menteri, termasuk mereka yang maju sebagai capres dan cawapres.
UU Kementerian Negara, menurut Nyarwi, seharusnya mengatur potensi abuse of power secara mendetail. "Mengingat mereka punya potensi yang besar dalam abuse of power untuk kepentingan Presiden maupun kepentingan masing-masing," kata Nyarwi, Sabtu, 4 November 2023.
Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies itu mencontohkan, UU Kementerian Negara belum mengatur pengawasan untuk mengantisipasi potensi abuse of power tersebut. "Baik ke presiden maupun ke menteri-menteri atau pejabat negara setingkat menteri," kata Nyarwi.
Batas-batas kewenengan menteri, menurut Nyarwi, juga perlu diperjelas termasuk kekuasaan yang berpotensi disalahgunakan atau digunakan di luar kewenangannya. "Tidak hanya sekadar terkait dengan bidang-bidang pemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya saja," kata Nyarwi.
Revisi UU Kementerian Negara, menurut Nyarwi, bisa mencegah rumor adanya menteri tertentu yang ikut berperan besar dalam pemenangan Prabowo-Gibran. "Tidak ada lagi rumor-rumor seperti yang disinyalir Tempo," kata Nyarwi.
Netralitas dan pembahasan potensi abuse of power dari para menteri, menurut Nyarwi, jauh lebih penting dibandingkan sekadar netralitas ASN dan kepala daerah. "Karena di dalam UU tersebut tidak diatur secara ketat, khususnya situasi seperti yang kita hadapi saat ini," kata Nyarwi
Pilihan Editor: Hasto PDIP Ungkap Gibran Sudah Kembalikan KTA, Ganjar: Jateng Masih Jadi Kandang Banteng