TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin sudah menduga kalau MK akan mengabulkan uji materi batas usia capres-cawapres dan adanya permainan politik tingkat tinggi. Ujang melihat adanya desain yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh kelompok tertentu.
“Menggunakan Mahkamah Konstitusi untuk melegalkan Gibran sebagai Cawapres,” kata Ujang kepada Tempo saat dihubungi Senin malam, 16 Oktober hari ini.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden atau capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru.
Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan. "Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.
Sebelumnya, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka disebut-sebut akan menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto. Lantaran usianya belum genap 40 tahun, Gibran tidak bisa maju secara formal. Namun, ketika MK sudah memutuskan uji materi dengan penambahan frasa di atas, Gibran diperbolehkan untuk ikut kontestasi pada Pilpres 2024.
Menurut Ujang kondisi ini merupakan tragedi demokrasi yang tidak bagus. MK, kata Ujang, tidak bersikap negarawan karena keputusannya untuk keluarga Jokowi dan Gibran sebagai cawapres.
“‘Emang kebobolan,” kata dia.
Padahal, menurut Ujang para hakim MK harus bersikap negarawan agar keputusannya untuk bangsa dan negara, bukan keluarga Jokowi. Fenomena ini, dia melihat ada permainan politik tingkat tinggi yang sudah dibaca sejak lama.
“Instrumen hukum bisa dikendalikan oleh kekuasaan,” kata Ujang.
Selanjutnya soal putusan MK...