Kepada media, Mutiara dan Intan mengaku senang mendapatkan kesempatan untuk tampil di acara internasional sebesar itu. Mereka memang mengaku memiliki minat yang besar di dunia musik.
Mereka bersama rekan-rekannya sempat tampil pada acara pembukaan AHLF 2023 pada Selasa pagi di Hotel Four Point, Makassar. Sebelas orang penyandang tuna netra itu memainkan alat musik Angklung.
"Kalau di panti kami latihan setiap minggu hari Rabu. Kalau untuk acara ini persiapan kami sudah sejak tiga bulan lalu," kata keduanya usai tampil.
Para penyandang disabilitas dari Panti dan Sekolah Luar Biasa Elsafan, Jakarta, usai tampil dalam acara Forum Tingkat Tinggi ASEAN tentang Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca Tahun 2025 di Makassar, Selasa, 10 Oktober 2023. TEMPO/FEBRIYAN
Keduanya pun mengaku mengaku sempat grogi karena baru kali ini tampil di hadapan pada pejabat negara-negara lain. Intan mengaku persiapan mereka untuk tampil tidak mudah. Pasalnya, mereka hanya mengandalkan pendengaran.
"Jadi kalau kakak-kakak yang bisa melihat itu akan mudah menguasai notasi. Tapi kalau kami yang tuna netra ini harus saling senggol menyenggol untuk ngingetin,'nada kamu nih, nada kamu nih,' gitu," kata Intan.
Mereka pun memiliki harapan yang sangat besar. Dengan keterbatasan yang ada mereka ingin ikut mempromosikan alat musik tradisional seperti Angklung agar lebih dikenal di dunia.
Ingin ikut perkenalkan tarian Indonesia kepada dunia
Gusti Ayu Reysha Iswarya, salah satu penari yang juga tampil dalam acara itu pun tak kalah antusias untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia.
Putri berusia 10 tahun penyandang Tuna Daksa itu mengatakan sangat senang menari karena bisa bertemu dengan banyak orang. Resyha sempat tampil di acara Miss Grand Internasional 2022 yang diselenggarakan oleh perancang busana Ivan Gunawan di Bali.
Dia pun menyatakan ingin menjadi penari profesional suatu saat nanti. Reysha yakin bisa mewujudkan impiannya itu dengan segala keterbatasan yang dia miliki.
"Mau banget kak," ujarnya. "Kita punya kekurangan, di semua manusia ada kekurangan, kita harus ada semangat luar biasa, kita punya kelebihan yang tersembunyi," kata dia.
Gusti Ayu Reysha Iswarya (kiri) dan Kadek Astini (kanan) saat memberikan keterangan kepada media usai tampil dalam acara pembukaan Forum Tingkat Tinggi ASEAN tentang Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca Tahun 2025 di Makassar, Selasa, 10 Oktober 2023. TEMPO/FEBRIYAN
Kadek Astini, pelatih Reysha dari sanggar Pradny A Swari, Jembrana, Bali, menyatakan pihaknya memiliki 10 penyandang disabilitas yang tampil. Menurut dia, untuk membuat para penyandang disabilitas tampil di muka publik tidaklah mudah.
Astini menceritakan bahwa dia harus memisahkan para penyandang disabilitas itu dengan penari lainnya saat latihan. Tujuannya untuk menguatkan mental para penari disabilitas itu.
"Pertama kita bedakan, karena mereka kan belum siap juga karena di sanggar itu kan banyak yang normal juga. Setelah beberapa bulan baru kita gabungkan. Tapi sekarang mentalnya sudah luar biasa, jadi kalau kita gabungkan latihan itu aman-aman saja," ujarnya.
Astini pun menceritakan kendala yang harus dia hadapi untuk melatih para penyandang disabilitas. Dia mengaku tak memiliki pelatih yang menguasai bahasa isyarat sehingga hanya mengandalkan bahasa tubuh untuk mengajarkan tari tradisional Bali kepada anak asuhnya.
Mensos ingin hapus stigma masyarakat dengan penampilan para penyandang disabilitas
Menteri Sosial Tri Rismaharini pun menyatakan sengaja menampilkan para penyandang disabilitas dalam acara ini. Dia menyatakan hal itu penting untuk menghapus stigma yang masih tertanam di benak masyarakat saat ini.
Risma menyatakan, para penyandang disabilitas bahkan kerap mendapatkan stigma buruk dari lingkungan keluarganya sendiri.
"Kadang keluarga pun itu menganggap mereka dapat kutukan, makanya mereka tidak ditampilkan ke publik," kata Risma. "Karena itu, saya merasa kampanye seperti ini perlu untuk menghapus stigma-stigma seperti itu."
Risma mengakui bahwa hal itu masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk menghapus stigma terhadap para penyandang disabilitas demi menciptakan masyarakat yang inklusif.
"Ini yang harus kita perangi bersama. Karena itu saya meminta media untuk memerangi itu. Karena seperti Zizi ini pintar sekali sebenarnya. Tapi karena dia di sekolah di bully, dia ambil sekolah privat," kata Risma.
Mantan Wali Kota Surabaya itu menyatakan bahwa semua pihak harus menyadari bahwa setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.
"Seperti saya, orang ngomong saya suka marah-marah, itu kekurangan saya. Tapi kan bukan berarti saya tak punya kelebihan," kata Risma.
"Seperti disabilitas. Mungkin mereka tidak bisa melihat, atau disabilitas fisik, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa berkarya dan berhasil," lanjutnya.
Melalui ajang AHLF 2023 ini, Risma pun memiliki mimpi menjadikan para penyandang disabilitas ini bisa tampil ke panggung dunia layaknya Putri Ariani. Dengan bantuan pemerintah, Risma yakin mereka bisa melakukan hal itu.
"Tentu tidak mudah karena butuh penanganan khusus, dan itu adalah tugasnya pemerintah. Dan saya telah tunjukkan meskipun belum sempurna," kata Risma.