Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Prosesi Pemakaman Sultan Hamengkubuwono IX, Hujan Tiba-tiba Turun di Washington dan Yogyakarta

image-gnews
Prosesi pemakaman Sultan Hamengkubuwono IX. Foto: Istimewa
Prosesi pemakaman Sultan Hamengkubuwono IX. Foto: Istimewa
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Yogyakarta menangis pada awal Oktober 1988 bukan ungkapan berlebihan. Ribuan manusia membanjir berbelasungkawa mengantar kepergian Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Tepat hari ini, Ahad, 2 Oktober 1988 silam, sosok pejuang kemerdekaan Indonesia, mantan Wakil Presiden Kedua RI, sekaligus Gubernur pertama DI Yogyakarta itu wafat di Washington DC.

Jenazah Sultan Hamengkubuwono IX tiba di Jakarta pada Kamis, 6 Oktober 1988. Lalu pada Jumat, 7 Oktober 1988, jenazah Sri Sultan sampai di Yogyakarta dan disemayamkan di Bangsal Kencono, Keraton Yogyakarta atau Ngayogyakarta Hadiningrat. Prosesi pemakaman Hamengkubuwana IX dilangsungkan pada Sabtu, 8 Oktober 1988 di Astana Imogiri, pemakaman kerajaan Wangsa Mataram.

“Tiga abad lalu, gunung bergemuruh ketika Sultan Agung mangkat. Tanah Jawi mencatat itu. Pekan lalu, Sultan Hamengkubuwono IX wafat, dan tak ada gemuruh gunung dan tak ada gempa. Yang ada gemuruh lain: ratusan ribu manusia membanjir berbelasungkawa,” tulis Majalah Tempo edisi Sabtu, 15 Oktober 1988, menggambarkan ramainya orang menghadiri pemakaman Sri Sultan.

Ratusan ribu orang itu telah menyertai Hamengkubuwono IX sejak jenazah tiba dari Jakarta sampai dengan tubuh itu diiringkan dengan kereta berkuda ke bukit-bukit kering di Imogiri. Barangkali sebuah babad lain akan mencatat bahwa Inilah pemakaman terbesar di abad ke-20, dalam hal jumlah manusia yang ikut serta. Dan banyak yang bakal setuju. “Duh, Gusti, duh, Gusti....” isak seorang wanita tua di dekat Bandar Udara Adisucipto.

Entah kebetulan atau memang kersaning Gusti Pengeran, hujan turun pada Sabtu itu, setelah tiga bulan Yogyakarta kering. Konon turun hujan ialah kebiasaan alam bila ada anggota keluarga keraton Yogyakarta meninggal. Ketika jenazah Sri Sultan disemayamkan di KBRI dan ketika diberangkatkan ke Jakarta, pada Selasa, 4 Oktober sebelumnya, hujan juga tumben turun di Washington, D.C.

“Sebuah teja aneh berwarna putih bahkan tampak di atas langit Imogiri ketika pemakaman berlangsung, dan dua burung hitam yang membisu hinggap di tembok makam,” tulis Majalah Tempo melaporkan sendunya hari pemakaman itu.

Orang-orang sejak Jumat jam 14.00 hingga Sabtu jam 05.00 pagi antre untuk melihat dan menyembahyangi jenazah Sri Sultan. Tak diketahui persis berapa jumlahnya. Seorang abdi dalem keraton mencatat bahwa sekitar 150 orang tiap menit masuk ke istana, untuk menghormati Sultan. Dari masa 16 jam hari itu, sebanyak 115 buku tamu habis, setelah mencatat 18 ribu pengunjung – padahal hanya sebagian pelayat yang mengisinya.

Semuanya tanpa kegaduhan yang mengganggu. Keraton telah mengaturnya dengan rapi, meskipun tanpa ada panitia yang dibentuk. Biarpun dalam berdesak-desak beberapa puluh orang luka, di antaranya patah kaki dan satu kemudian meninggal, pada dasarnya kekacauan tak ada. Seorang duta besar asing memberi komentar, melihat berjubelnya rakyat yang diatur oleh hanya beberapa orang polisi itu. “Di tempat lain, yang akan terjadi adalah kerusuhan,” katanya.

Bahkan hujan yang cukup deras setengah jam malam itu tak membuat orang panik ataupun bergeming. “Pokoknya, saya harus bisa sungkem di depan Sultan, Mas,” kata Wardoyo, pedagang pasar berumur 48 tahun. Ia berdiri di situ sejak jam 13.30. Wardoyo sengaja datang dari Wonosobo. Kata seorang pelayat lain, Joyodikromo, 67 tahun, tentang alasannya mau antre berjam-jam, “Anggaplah ini ungkapan prasetia kepada Ngarsa Dalem. Hanya ini bakti saya.”

Selanjutnya: Tentang Tiga kuintal melati dan sekuintal mawar

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

17 jam lalu

Spot wisata Kano Maritim Mangrove Baros di Bantul Yogyakarta. Dok. Pemda DIY
Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

Wisatawan diajak menjelajahi ekosistem sepanjang Sungai Winongo hingga muara Pantai Baros Samas Bantul yang kaya keanekaragaman hayati.


Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

1 hari lalu

Proses evakuasi korban jatuh ke jurang di tebing Pantai Ngluwo Gunungkidul, Ahad, 28 April 2024 (Dok. Istimewa)
Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

Masyarakat dan wisatawan diimbau berhati-hati ketika beraktivitas di sekitar tebing pantai Gunungkidul yang memiliki tebing curam.


Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

1 hari lalu

Kampoeng Mataraman Yogyakarta. Dok. Istimewa
Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

JAB Fest tahun ini kami mengusung delapan program untuk mempertemukan seni dengan literasi, digelar di Kampoeng Mataraman Yogyakarta.


Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

1 hari lalu

Seorang ibu membawa anaknya saat imunisasi Campak dan Polio secara gratis di Gedung Wanita BKOW terhadap warga di kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (18/10). Kampanye Imunisasi Tambahan Campak dan Polio tahap ketiga akan digelar di 17 provinsi di Indonesia mulai dari 18 Oktober hingga 18 November di pos pelayanan imunisasi yang tersebar di posyandu dan puskesmas. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

Presiden Soeharto menetapkan 29 April 1985 sebagai Hari Posyandu Nasional.


Sejarah Hari Ini, Kilas Balik Kematian Ibu Tien Soeharto 28 Tahun Lalu

2 hari lalu

Presiden Soeharto bersama istri Ny. Tien Soeharto saat mengunjungi Museum Pengamon di Berlin, Jerman, 1991. Dok.TEMPO.
Sejarah Hari Ini, Kilas Balik Kematian Ibu Tien Soeharto 28 Tahun Lalu

Walaupun telah meninggal, mendiang Ibu Tien Soeharto tetap dikenang dalam perjalanan sejarah bangsa.


Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

2 hari lalu

Sastrawan Joko Pinurbo. Dok.TEMPO/Suryo Wibowo
Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

Penyair Joko Pinurboatau Jokpin identik dengan sajak yang berbalut humor dan satir, kumpulan sajak yang identik dengan dirinya berjudul Celana.


Tutup Sampai Juni 2024, Benteng Vredeburg Yogya Direvitalisasi dan Bakal Ada Wisata Malam

2 hari lalu

Salah satu sudut Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta yang tengah direvitalisasi hingga Juni 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Tutup Sampai Juni 2024, Benteng Vredeburg Yogya Direvitalisasi dan Bakal Ada Wisata Malam

Museum Benteng Vredeburg tak hanya dikenal sebagai pusat kajian sejarah perjuangan Indonesia tetapi juga destinasi ikonik di kota Yogyakarta.


8 Hotel Murah Dekat Stasiun Lempuyangan, Harga Mulai 100 Ribuan

5 hari lalu

Jika Anda melancong di Yogyakarta, Anda bisa memilih menginap di hotel dekat Stasiun Lempuyangan yang murah. Ini rekomendasinya.  Foto: Booking.com
8 Hotel Murah Dekat Stasiun Lempuyangan, Harga Mulai 100 Ribuan

Jika Anda melancong di Yogyakarta, Anda bisa memilih menginap di hotel dekat Stasiun Lempuyangan yang murah. Ini rekomendasinya.


Alasan Sumpah Jabatan Presiden Indonesia Pertama Dilakukan di Keraton Yogyakarta

5 hari lalu

Presiden pertama RI, Sukarno (kiri) didampingi Wakil Presiden Mohammad Hatta, memberikan hormat saat tiba di Jalan Asia Afrika yang menjadi Historical Walk dalam penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, 1955. Dok. Museum KAA
Alasan Sumpah Jabatan Presiden Indonesia Pertama Dilakukan di Keraton Yogyakarta

Di Indonesia sumpah jabatan presiden pertama kali dilaksanakan pada tahun 1949. Yogyakarta dipilih karena Jakarta tidak aman.


Depo Sampah Tutup, Warga Yogyakarta Berebut Buang Sampah ke Bak Truk yang Melintas

5 hari lalu

Video viral di media sosial berisi aksi belasan warga berebutan melempar sampah ke bak sebuah truk yang melintas di jalanan sekitar depo sampah Pasar Ngasem Kota Yogyakarta pada Rabu 24 April 2024. Dok. Istimewa
Depo Sampah Tutup, Warga Yogyakarta Berebut Buang Sampah ke Bak Truk yang Melintas

Pascalibur Lebaran, sejumlah depo sampah di Kota Yogyakarta memang belum dibuka. Tumpukan sampah masih tampak menggunung.