TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute menegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak lama sudah memberikan kode bahwa pengaturan usia pejabat publik dikategorikan bukan sebagai isu konstitusional.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi mengatakan, sebagaimana putusan soal usia pimpinan KPK, calon kepada daerah dan calon hakim konstitusi, MK menyatakan bahwa itu bukan sebagai isu konstitusional.
"Desain konstitusional MK adalah instrumen yang ditugaskan untuk menegakkan keadilan konstitusional, atas norma-norma yang mengandung dimensi dan merupakan isu konstitusional," kata Hendardi dalam keterangannya, Selasa 26 September 2023.
Hendardi mengatakan, MK bukanlah Mahkamah Keranjang (sampah) yang bisa memeriksa semua perkara atau tempat semua curahan warga mencari keadilan.
"Bukan pula tempat para elite, dengan mengorkestrasi warga, untuk menggunakan instrumen keadilan ini mencari kuasa," kata Hendardi.
Sementara itu, dari perspektif HAM dan hak konstitusional warga, kata Hendardi, sejak berdiri, MK telah mempertegas batasan tafsir diskriminasi, yang seringkali dijadikan argumen dan dalil pengujian konstitusionalitas norma.
"Banyak salah kaprah penggunaan dalil diskriminasi yang sebenarnya adalah bentuk perlakuan berbeda dalam kondisi yang berbeda," kata Hendardi.
Hendardi mengatakan, dalam riset 10 tahun kinerja Mahkamah Konstitusi, SETARA Institute tahun 2013, mencatat bahwa MK telah berkontribusi memberikan batasan pemaknaan terhadap konsep diskriminasi dan non diskriminasi.
"MK menegaskan bahwa perlakuan berbeda dengan diskriminasi adalah berbeda," katanya.
Menurut Hendardi, perlakuan berbeda atau pembedaan dapat dibenarkan sepanjang tidak didasarkan atas agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan politik, serta tidak dilakukan secara sewenang-wenang dan melampaui kewenangan pembentuk undang-undang.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menyebut MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubah suatu undang-undang termasuk soal batas usia capres-cawapres dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Mahfud mengatakan, berdasarkan kewenangannya, MK hanya bisa membatalkan suatu Undang-undang apabila hal itu melanggar konstitusional.
"MK itu adalah sebuah lembaga negative legislator, tidak boleh membuat aturan tetapi hanya boleh membatalkan, tetapi bukan karena tidak disenangi orang, tapi kalau melanggar konstitusi," kata Mahfud dalam keterangannya di Jember, Jawa Timur, Senin 25 September 2023.
Mahfud menjelaskan, selama aturan perundang-undangan tersebut tidak melanggar konstitusional, maka MK tidak boleh membatalkan atau mengubah aturan tersebut.
"Misalnya, usia (capres-cawapres) itu berapa sih yang tidak melanggar konstitusi, apakah 40 melanggar, apakah 25 melanggar, apakah 70 melanggar, kalau konstitusi tidak melarang atau menyuruh berarti itu tidak melanggar," kata Mahfud.
Pilihan Editor: Jokowi Ngaku Tak Ikut-ikut soal Kaesang Terjun ke Politik