TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS Dimas Bagus Arya mengkritik keras tindakan Presiden Jokowi dalam berbagai proyek strategis nasional (PSN) yang sudah dan tengah berjalan saat ini seperti di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Menurut dia, tindakan presiden tak sesuai dengan janji politiknya empat tahun lalu.
Dimas menyatakan bahwa konflik di Pulau Rempang hanya merupakan satu dari sekian banyak PSN yang bermasalah dan banyak memakan korban masyarakat. Dalam tiga tahun terakhir, menurut dia, sejumlah PSN lainnya juga mengorbankan masyarakat.
Dia mencontohkan konflik Wadas, Jawa Tengah, konflik di Pulau Obi, Maluku hingga konflik agraria dalam pembangunan sirkuit internasional Mandalika di Nusa Tenggara Barat.
"Itu juga memakan banyak korban, melakukan pengusiran, dan kekerasan terhadap masyarakat, itu tidak sejalan dengan apa yang disampaikan oleh presiden jokowi tahun 2019, soal bagaimana perlindungan masyarakat itu diutamakan, tapi justru kita lihat kebalikannya, sehingga terjadi kontradiksi dan juga bentuk kebohongan publik bahwa apa yang disampaikan presiden jokowi itu tidak sejalan dengan implementasi yang dilakukan," kata Dimas dalam konferensi pers di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kamis, 21 September 2023.
KontraS cs serahkan hasil investigasi Pulau Rempang ke Komnas HAM
Kedatangan Dimas dan rekan-rekannya ke Komnas HAM adalah untuk melakukan audiensi soal konflik Pulau Rempang. Dimas menyatakan KontraS dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lainnya telah melakukan investigasi soal masalah di sana. Mereka pun menyerahkan laporan temuan awal hasil investigasi tersebut ke Komnas HAM.
"Kami sudah menyampaikan beberapa temuan, juga ada analisis yang berkaitan dengan dimensi hak asasi manusia, dan pengarahan kekuatan lebih dari aparat keamanan serta operasi militer ilegal, kami sudah sampaikan dan diafirmasi oleh pihak Komnas HAM," terang Dimas seusai menghadiri audiensi.
Menurut penjelasannya, Komnas pun HAM menemukan pola serupa dan hasil yang sama dengan apa yang ditemukan oleh tim solidaritas nasional untuk Rempang.
Soroti soal penggunaan gas air mata
Soal penggunaan kekuatan aparat berlebihan, timn solidaritas nasional menyoroti penembakan gas air mata saat bentrokan pada 7 dan 11 September 2023. Komnas HAM sebelumnya juga menemukan fakta bahwa ada penembakan gas air mata yang dilakukan secara serampangan.
"Itu membantah pernyataan dari Kapolda Kepulauan Riau bahwa sudah dilakukan proses-proses secara prosedural terkait dengan penembakan gas air mata. Tapi tadi sudah disampaikan juga bahwa prosedur penggunaan gas air mata yang harusnya ditembak ke atas dan tidak ditembak kedepan. Itu juga ditemukan pola-pola yang terjadi di rempang terutama tanggal 7 (September) dan tanggal 11," kata dia.
Dimas menyatakan pihaknya menemukan indikasi kuat terjadinya pelanggaran prosedur dalam penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian. Indikasi itu, menurut dia, terlihat berdasarkan keterangan seorang guru di salah satu sekolah yang menjadi sasaran gas air mata.
Menurut keterangan dari guru tersebut, kata dia, pihak sekolah sudah memberikan peringatan kepada aparat polisi menggunakan pengeras suara agar tidak mendekat ke sekolah yang saat itu masih dalam kegiatan belajar mengajar. Namun aparat tidak mengindahkan dan gas air mata pun masuk merembet kedalam sekolah pada jam 10.10 WIB dan akhirnya mengenai guru dan murid di sana.
Pengusiran paksa warga dianggap pelanggaran HAM
Selain soal penggunaan kekuatan berlebihan, Dimas menyatakan mereka juga menilai adanya pelanggaran HAM berupa upaya pengusiran paksa terhadap warga Pulau Rempang yang sudah tinggal di sana selama puluhan tahun. Mirisnya, pelanggaran HAM itu dilakukan demi memberikan akses kepada perusahaan asing asal CIna, yaitu Xinyi Group yang akan membangun pabrik kaca dan juga solar panel.
Komnas HAM, menurut Dimas, juga sedang mendalami kaitan antara investasi perusahaan tersebut dengan tindakan aparat.
"Secara pola mereka (Komnas HAM) juga mengamati bahwa apa yang terjadi di Rempang ini adalah salah satu upaya atau bentuk tindakan yang sudah mendekati unsur pelanggaran hak asasi manusia yang berat," tutur Dimas.
Menurutnya, Pulau Rempang dan beberapa kasus lainnya yang masuk ke dalam PSN selalu disertai dengan kekerasan. Pola-polanya berupa peminggiran masyarakat, pengusiran paksa dan juga kerugian lingkungan lainnya.
Karena itu, KontraS pun menyatakan mereka mendorong Komnas HAM untuk membuat proyek penyelidikan terhadap seluruh PSN. Hal itu, menurut dia, penting untuk melihat sejauh mana terjadi pelanggaran HAM dalam seluruh PSN tersebut.
NUR KHASANAH APRILIANI