TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum tata negara dan hak asasi manusia (HAM) Universitas Gadjah Mada, Herlambang Wiratraman menyoroti proses penunjukan penjabat gubernur atau pj gubernur yang dianggap tidak menunjukan tranparansi dan partisipasi publik. Padahal kata Herlambang, penjabat gubernur ini tugasnya melayani masyarakat.
Herlambang mengatakan sistem pemilihan pejabat publik ini merupakan bagian dari uluran politik sehingga harus dibuka secara transparan. Apalagi, kata Herlambang, penjabat gubernur yang dilantik jumlahnya cukup banyak.
“Kecurigaan publik akan membesar, ketidakpercayaan terhadap negara juga akan semakin besar. Jadi saya lebih memikirkan marilah kita menghargai mekanisme menuju negara hukum demokratis,” katanya saat dihubungi Rabu, 13 September 2023.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tito Karnavian melantik 10 penjabat gubernur pada, Selasa 5 September 2023. Namun dalam prosesnya, sejak awal Mendagri tidak mengumumkan nama dan latar belakang para penjabat gubernur tersebut.
Herlambang kemudian mengatakan bahwa dalam proses penunjukan penjabat gubernur ataupun pejabat pimpinan daerah jangan sampai menyamping tranparansi dan keterbukaan. Pasalnya kata dia, hal itu adalah sarana konstitusional yang diinginkan masyarakat.
“Jangan kepentingan sesat, kepentingan kelompok, apalagi kepenting politik oligarki yang melekat pada sistem tata negara,” katanya.
Ia menyebut kendati Kemendagri punya andil menentukan penjabat kepala daerah, tentunya fungsinya hanya level mematuhi aturan bukan upaya untuk mengupayakan kemajuan politik strategis. Sehingga penjabat kepala daerah yang dipilih mesti yang dapat memastikan pelayanan publik berjalan optimal di daerahnya.
Kemudian Herlambang mengatakan, penunjukan penjabat kepala daerah ini bukan hanya diartikan sekadar mengisi jabatan dan menggugurkan kewajiban kepala daerah. Keberadaan penjabat kepala daerah ini, kata Herlambang, lebih dari itu, dimana dapat memastikan relasi politik antara penguasa dan warganya lebih bermakna.
Ia juga menyoroti bagaimana tantangan penentuan penjabat kepala daerah ini adalah persoalan keterbukaan, tidak ada masalah secara hukum atau politik, atau etika serta komitmennya. Ia mencontohkan bagaimana kondisi masyarakat yang secara tiba-tiba baru mengetahui siapa penjabat kepala daerahnya, karena terbatasnya informasi yang didapati masyarakat itu sendiri.
“Karena kalau tertutup, tiba-tiba ditunjukan begitu kan ‘siapa anda’ kata masyarakat,” ujar Herlambang.
Masyarakat, kata Herlambang, juga ingin mengetahui bagaimana perspektif penjabat kepala daerahnya mengenai persoalan yang ada di daerah yang dipimpinnya. Herlambang kemudian mencontohkan kondisinya seperti masyarakat Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.
“Masyarakat pasti bertanya anda bagian dari yang menindas kami atau anda akan memberikan upaya yang lebih maju atau memproteksi kami kira-kira begitu,” ujarnya,
Herlambang menegaskan bagaimana hak-hak masyarakat dipenuhi.
“Rakyat berhak tahu siapa wakilnya, atau apakah wakilnya punya pilihan kebijakan yang lebih menjalankan mandat konstitusi,”ucapnya.
Pilihan Editor: Mendagri Tito Karnavian Tegaskan Pelantikan Pj Gubernur Telah Sesuai Aturan