TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK, Edwin Partogi Pasaribu membantah pihaknya pernah menanyakan soal hubungan khusus antara Putri Candrawathi dengan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat. Sebelumnya dalam persidangan, Putri menyebut alasannya enggan menjalani assessment psikologi di LPSK karena adanya pertanyaan itu.
"Keterangan Ibu PC di persidangan itu sama sekali tidak benar. Karena pertanyaan itu tidak ada," kata Edwin di kantor LPSK, Jakarta Timur, Jumat, 13 Januari 2023.
LPSK simpan rekaman pemeriksaan Putri
Edwin menyebut pihaknya memiliki rekaman video saat mewawancarai Putri di rumah pribadinya yang berada di Jalan Saguling, Jakarta Selatan. Dalam rekaman audio serta video itu, Edwin menyebut tidak ada pernyataan seperti yang disampaikan oleh Putri.
"Kami sudah kroscek keterangannya, dan juga kami kroscek lagi laporan terkait call center kami ketika itu. Tidak ada pertanyaan yang disampaikan ibu PC bahwa psikolog LPSK mempertanyakan hubungan khusus antara ibu PC dan Yosua," kata Edwin.
Dalam wawancara bersama psikolog LPSK, Edwin menyebut pihaknya memang memberikan pertanyaan dan tes tentang sejauh mana kedekatan hubungan korban dan pelaku. Namun, Edwin menyebut istri mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irjen Ferdy Sambo, tidak merespon tes yang biasa digunakan psikolog terhadap korban kekerasan seksual.
"Tes itu merujuk pada tools yang memang digunakan oleh psikolog kami untuk mengetahui, untuk dapat membaca, bukan hanya antara ibu PC dan Yosua, tapi juga ibu PC dan pihak-pihak lain di sekitar dia," kata Edwin.
Putri sebut psikolog LPSK tanya soal hubungan khusus dengan Yosua
Dalam persidangan 11 Januari 2023, Putri Candrawathi membeberkan alasannya menolak mengikuti asesmen psikologi LPSK sebelum dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Awalnya, kuasa hukum Putri Candrawathi, Sarmauli Simangunsong mempertanyakan kenapa kliennya tidak kooperatif kepada LPSK sebelum ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Yosua.
"Banyak sekali pemberitaan mengenai pada saat LPSK mengunjungi saudara, dianggap tidak kooperatif karena saudara tidak dapat diperiksa," kata Sarmauli Simangunsong.
"Sementara pada saat diperiksa Komnas HAM, Komnas Perempuan maupun Apsifor, pihak-pihak yang lain ini bisa memeriksa dan mengakses saudara. Bisa saudara ceritakan kenapa pada saat LPSK memeriksa saudara, tidak bisa memeriksa saudara?" tanya kuasa hukum.
Putri Candrawathi mengklaim psikolog yang dihadirkan LPSK langsung menyinggung mengenai ada tidaknya hubungan spesial dengan Brigadir Yosua.
"Waktu itu dari LPSK datang ke rumah saya yang di Saguling, terus saya diperiksa oleh kalau tidak salah satu psikiater satunya lagi psikolog," kata dia.
"Waktu itu saya masih sempat komunikasi sama psikiaternya. Tapi pada saat berkomunikasi sama psikolog, saya diam," tutur Putri.
"Kenapa saudara diam? apa yang ditanyakan psikolog tersebut?" tanya Sarmauli Simangunsong
“Karena di awal dia langsung menyampaikan, karena saat itu psikolognya menyampaikan langsung dengan pertanyaan 'apakah punya hubungan spesial dengan Yosua' dan saya tidak mau jawab," jawab Putri.
Menurutnya, pertanyaan psikolog yang diajukan saat itu dianggap terlalu menyudutkan. Padahal, kata dia, ia merupakan korban pelecehan.
"Saya hanya sedih, kenapa orang-orang tidak bisa memahami bila ada di pihak saya sebagai saya. Saya sangat malu, dan apakah orang-orang memikirkan perasaan anak-anak saya dengan pertanyaan atau pemberitaan bahwa ibunya selingkuh dengan orang lain," kata Putri.
Hasil tes poligraf sebut Putri Candrawathi bohong
Soal hubungan khusus antara Putri Candrawathi dan Brigadir Yosua sebelumnya juga sempat dibahas oleh saksi ahli poligraf Aji Febrianto. Putri menjalani tes kebohongan setelah dirinya menjadi tersangka.
Aji menjelaskan, Putri Candrawathi sempat ditanya soal apakah dirinya berselingkuh dengan Brigadir Yosua saat di Magelang, sehari sebelum peristiwa pembunuhan. Saat itu, menurut Aji, Putri menjawab tidak dan berdasarkan tes poligrf dianggap berbohong.
M JULNIS FIRMANSYAH I EKA YUDHA SAPUTRA