TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi lebih mendengarkan suara politikus atau kader partai ketimbang rakyat perihal batalnya penerbitan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang KPK (perpu KPK) setelah adanya ancaman dari DPR. Padahal publik menilai UU KPK hasil revisi telah melemahkan lembaga antikorupsi itu.
Hal ini merespon pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang menyebut presiden sebenarnya telah menyiapkan perpu KPK namun batal diterbitkan karena adanya tekanan DPR.
"Jika benar ada ancaman seperti itu dari DPR, maka kesimpulan kami adalah Presiden Jokowi memang tidak berani atau takut berhadap-hadapan dengan politisi Senayan," ucapnya dalam keterangannya Ahad 23 Oktober 2022.
Ia juga menilai bahwa revisi UU KPK itu adalah hasil pembahasan antara DPR dan pemerintah. Artinya, pemerintah juga memiliki peran dalam perumusan dan pembahasannya.
"Pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti revisi UU KPK, bukan hanya dikerjakan oleh DPR, melainkan bersama-sama dengan pemerintah." ucapnya.
Bagi ICW, baik DPR maupun Presiden, sama saja. Dua lembaga itu menjadi dalang di balik robohnya lembaga utama pemberantasan korupsi.
Selain itu, ia juga menyebut pelemahan KPK lewat Tes Wawasan Kebangsaan yang menyingkirkan sejumlah pegawai KPK juga ada peran Presiden.
"Terkait dengan isu Tes Wawasan Kebangsaan. Dari pernyataan Menkopolhukam terlihat jelas bahwa Presiden Joko Widodo pura-pura tidak tahu kewenangan yang melekat pada dirinya," ujarnya.
Kurnia menjelaskan mengenai Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, menyebutkan bahwa Presiden berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Menurutnya dengan modal aturan ini Presiden dapat menyelamatkan puluhan pegawai KPK yang diberhentikan secara paksa oleh Pimpinan KPK.
"Jadi, sudahlah, apapun yang disampaikan oleh Menkopolhukam terkait dengan sikap Presiden di atas tidak akan mengubah pemikiran masyarakat bahwa isu antikorupsi hanya sekadar dijadikan alat oleh Presiden untuk meraup simpati masyarakat saat masa kampanye." ujar Kurnia.
"Setelah terpilih, alih-alih dijalankan, Presiden malah membonsai pemberantasan korupsi di Indonesia." tambahnya.
Nugroho Catur Pamungkas
Baca: Polemik Perpu KPK, Arsul Sani Balas Kritik Mahfud Md: Tak Berani Koreksi Internal Pemerintah