TEMPO.CO, Jakarta -Dalam kasus KM 50, dua polisi penembak laskar Front Pembela Islam (disingkat Laskar FPI), Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, dijatuhi vonis lepas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Vonis lepas kedua tersangka ini dinilai kontroversial karena jauh lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Ummum (JPU) yang menuntut hukuman 6 tahun penjara.
Apa Itu Vonis Lepas
Berdasarkan Angka 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981, vonis lepas merupakan vonis yang diberikan oleh hakim apabila terdakwa terbukti melakukan perbuatannya, tetapi tidak diberi hukuman karena perbuatannya tidak termasuk perbuatan pidana atau alasan pemaaf. Alasan pemaaf ini merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni:
- Pelaku sakit jiwa (Pasal 44 KUHP);
- Pelaku melakukan dugaan tindak pidana karena dipaksa pihak lain (Pasal 48 KUHP);
- Pelaku belum dewasa atau anak-anak (Pasal 45 KUHP);
- Pembelaan diri karena terpaksa, serangannya melebihi kemampuan (Pasal 49 KUHP);
- Melakukan perbuatan pidana karena melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP);
- Melaksanakan ketentuan UU (Pasal 50 KUHP).
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar yang mengatakan vonis lepas memiliki arti hukum yang berbeda dengan vonis bebas. Fickar mengatakan vonis lepas berarti telah melakukan perbuatan pidana, tetapi tidak dihukum karena ada alasan pemaaf atau penghapus pidana sehingga tidak dapat dihukum.
Dalam konteks kasus penembakan laskar FPI, vonis lepas diberikan karena pelaku terbukti melakukan perbuatannya. Namun, perbuatan pelaku dinilai oleh hakim sebagai tindakan pembelaan diri. Hal tersebut membuat penembakan tersebut dianggap bukan tindakan pidana, melainkan sebagai alasan pemaaf.
Kilometer 50 | Dokumenter Tempo
Keberadaan vonis lepas juga berada di Pasal Pasal 191 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tentang putusan lepas, yang berbunyi, “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Putusan vonis lepas dari majelis hakim juga didukung dengan keberadaan Pasal 310 Ayat (3) KUHP yang berbunyi, “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.” Yang artinya, dalam hal terbuktinya suatu perbuatan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh seseorang, tetapi ia melakukan pencemaran nama baik tersebut karena ia terpaksa untuk membela dirinya, maka hakim harus menjatuhkan putusan lepas kepada terdakwa.
Demikian definisi lengkap vonis lepas yang dijatuhkan majelis hakim kasus penembakan Laskar FPI di KM 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek tahun lalu.
Lebih jauh mengenai kasus KM 50, silakan saksikan film dokumenter di YouTube Kilometer 50 Tempodotco. Klik di sini untuk masuk ke YouTube Tempodotco: https://www.youtube.com/watch?v=KzLIIDyAX9U
MUHAMMAD SYAIFULLOH
Baca juga : Film Dokumenter Kilometer 50 tentang Penembakan Laskar FPI Tayang 15 September
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.