TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF-Ulama), Persaudaraan Alumni (PA 212), hingga Front Persaudaraan Islam (FPI) dalam Gerakan Nasional Pembela Rakyat akan menggelar Aksi Bela Rakyat di depan Istana Negara, Jakarta, pada Senin besok, 12 September 2022. Ada sembilan pernyataan sikap yang mereka sampaikan, salah satunya mengkritik BBM jenis solar bersubsidi yang banyak dinikmati oleh masyarakat yang tidak berhak.
"Kami meyakini kebijakan subsidi solar sarat moral hazard," demikian bunyi poin pernyataan sikap Gerakan Nasional Pembela Rakyat yang diterima Tempo, Sabtu, 11 September 2022.
Mereka mengutip pernyataan pemerintah yang menyatakan 89 persen solar bersubsidi tidak tepat sasaran dan dinikmati dunia usaha. Namun pada saat yang sama, pemerintah justru membuat kebijakan yang membuka celah penyelewenangan BBM bersubsidi dengan menaikkan harga.
Pemerintah juga dinilai tidak berupaya maksimal mencegah penyelewenangan solar. "Minimal bagi truk-truk pengusaha sawit, tambang batubara, tambang mineral dan industri untuk leluasa mengkonsumsi solar bersubsidi," demikian bunyi pernyataan sikap gerakan.
Mereka yang tergabung di gerakan ini yaitu seperti Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF-Ulama), Persaudaraan Alumni (PA 212), hingga Front Persaudaraan Islam (FPI), dan beberapa organisasi lainnya ini. Besok mereka akan turun ke Istana pukul 1 siang.
"Insyaallah besok banyak elemen yang akan turun," kata Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak saat dihubungi.
Cerita Lama Penyelewengan Solar
Perkara solar subsidi yang tidak tepat sasaran ini sebenarnya cerita lama yang terus berulang. Akhir 2021, sejumlah daerah di Indonesia mengalami kelangkaan solar. Kala itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) memantau penyaluran solar bersubsidi yang saat ini tengah mengalami kelangkaan di sejumlah daerah.
Salah satu yang jadi sorotan adalah kendaraan logistik di daerah tambang dan perkebunan sawit. "Saya bilang kita cermati ya, bukan curigai. Kita cermati bahwa kendaraan-kendaraan itu tidak sepatutnya mengisi di SPBU," kata Direktur Badan Bakar Minyak, BPH Migas, Patuan Alfon Simanjuntak, saat dihubungi, Rabu, 20 Oktober 2021.
Sebab, kendaraan tambang dan sawit ini bukan penerima solar bersubsidi, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014. Sehingga, kendaraan tambang dan kebun sawit ini dilarang membeli solar bersubsidi di SPBU.
Mereka sudah punya tangki sendiri di dalam area tambang atau kebun sawit, yang dibeli langsung perusahaan dan berisi solar non subsidi. Solar ini yang kemudian dipakai untuk kebutuhan operasional, seperti traktor dan yang lainnya.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial and Trading, Irto Ginting saat itu membenarkan kalau kelompok seperti kendaraan tambang dan sawit bukan penerima solar bersubsidi. "Harus sesuai peruntukannya, sesuai Perpres 191 Tahun 2014," kata dia.
Hanya saja Irto belum merinci apakah sudah ada temuan Pertamina soal penyaluran solar bersubsidi ini ke kendaraan tambang dan kebun sawit, di tengah kelangkaan saat ini. Tapi secara umum, irto mengatakan sudah ada 91 SPBU yang ditindak oleh Pertamina hingga Oktober 2021.