Sebanyak 91 pom bensin ini lalu diberikan sanksi berupa penghentian suplai atau penutupan sementara, maupun sanksi seperti penggantian selisih harga jual solar bersubsidi akibat melakukan penyaluran yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
"Penyelewengan yang dilakukan misalkan adalah transaksi yang tidak wajar, pengisian jeriken tanpa surat rekomendasi, dan pengisian ke kendaraan modifikasi,” kata Irto menjelaskan lebih jauh soal kelangkaan solar bersubsidi tersebut.
Diakui Sri Mulyani sampai Jokowi
Pemerintah mengakui ada penyelewengan ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan mayoritas BBM subsidi dinikmati oleh orang kaya. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, konsumsi dan subsidi BBM jenis solar dan Pertalite lebih dinikmati oleh dunia usaha dan rumah tangga mampu.
Terkait solar, Sri Mulyani menyampaikan subsidi ini dinikmati oleh sebanyak 89 persen dunia usaha dan 11 persen dinikmati rumah tangga. Dari 11 persen rumah tangga tersebut, 95 persen diantaranya merupakan rumah tangga mampu.
“Jadi dari Rp149 triliun [subsidi] untuk Solar hanya 5 persen yang dinikmati rumah tangga yang tidak mampu, selebihnya dunia usaha dan rumah tangga yang mampu,” kata dia pada 26 Agustus.
Jokowi pun demikian. Saat pengumuman kenaikan harga BBM pada 3 September lalu. Jokowi menyadari uang negara yang digelontorkan untuk subsidi BBM ini tidak tepat. "Dan lagi, lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi," kata dia di Istana.
Tak kondisi ini yang jadi alasan Jokowi mengguyur bantuan sosial pengalihan subsidi BBM, yang sebesar Rp600 untuk setiap penerima. "Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran," kata dia saat itu.
Baca: GNPF dan PA 212 Bakal Gelar Aksi Bela Rakyat di Depan Istana Besok
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.