TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah (FDPPD) Kementerian Dalam Negeri Marisi Parulian menyebut dua orang staf khusus (stafsus) Menteri Dalam Negeri meminta ada perubahan redaksional dalam konsep surat pertimbangan usulan pinjaman dana PEN Kolaka Timur 2021.
"Surat Kolaka Timur tidak mendapat tanda tangan Menteri Dalam Negeri karena di staf khusus ada redaksional yang harus diperbaiki, terkait soal penyetujuan pinjaman, jadi dikoreksi oleh stafsus dan dikembalikan kepada kami selaku pengelola," kata Marisi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis 24 Juni 2022.
Marisi menjadi saksi untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto yang didakwa mendapatkan suap sebesar Rp1,5 miliar dari Bupati Kolaka Timur non-aktif Andi Merya dan dan LM Rusdianto Emba untuk mendapatkan persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur.
"Apakah dari terdakwa ada koreksi?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Tidak ada, makanya lanjut terus ke stafsus," jawab Marisi
JPU KPK lalu membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Marisi soal permintaan perubahan redaksional permohonan surat pertimbangan Mendagri tersebut.
"Dalam BAP Saudara mengatakan, 'Ada permintaan persetujuan pinjaman PEN kabupaten Kolaka Timur tahun 2021 maksimal sebesar Rp151 miliar sehingga pada draf berikutnya yang sudah diparaf kepala seksi, kasubag TU, kasubdit serta saya sebagai direktur FDPPD dan paraf sesditjen kemudian ditandatangani Dirjen Bina Keuangan Daerah M Ardian Noervianto pada 20 September 2021, poin 4 tentang persetujuan 'dihapus'. Apa Saudara tahu mengapa poin 4 persetujuan dihapus? Bisa dijelaskan?" tanya jaksa KPK.
"Terkait draf surat pertimbangan perlu dikoreksi di bagian kata 'menyetujui pinjaman' sebesar Rp151 miliar untuk tidak dicantumkan sebagaimana arahan Bapak Stafsus kepada kami," jawab Marisi.
"Saudara sampaikan ada arahan dihapus?" tanya jaksa.
"Kalau ada arahan dihapus dari stafsus otomatis sudah melewati dari Bapak Dirjen," jawab Marisi.
"Apa kata-kata Bapak Dirjen?" tanya jaksa.
"Kita menyesuaikan dengan arahan perbaikan redaksional," jawab Marisi.
Menurut Marisi, sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman PEN, pemda butuh surat pertimbangan Mendagri yang prosesnya adalah meminta paraf dari subdit FDPPD dilanjutkan paraf Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah, lalu paraf biro hukum, kemudian paraf Irjen, paraf sekjen Kemendagri, paraf stafsus Mendagri, baru mendapat tanda tangan Mendagri.
Marisi juga menjelaskan bahwa ada konsep surat pertimbangan dari dua pemda, yaitu dari Kabupaten Wajo dan Enrekang, Sulawesi Selatan, yang tidak ditandatangani konsep surat pertimbangannya oleh Ardian.
"Di BAP Saudara mengatakan Ardian Noervianto selaku Dirjen pernah tidak menandatangani konsep surat pertimbangan Mendagri terhadap usulan PEN yang saya ajukan, yaitu pertama sekitar akhir 2020 untuk konsep surat pinjaman PEN Pemda Enrekang. Ardian tidak mau membubuhkan parafnya. Saya tidak tahu apa alasannya, dan surat tersebut tidak dikembalikan kepada kami. Saat itu kami mencoba mengusulkan kembali namun tetap tidak ditandatanganinya," ungkap jaksa membacakan BAP Marisi.
Kedua, berdasarkan BAP Marisi yang dibacakan jaksa, sekitar pertengahan 2021, Marisi juga mengajukan konsep surat pertimbangan Mendagri pada Pemda Bone dan Ardian juga tidak mau membubuhkan parafnya.
Selanjutnya: Ardian sebut ada dugaan namanya dijual...