TEMPO.CO, Jakarta - Komisi VI DPR RI memutuskan pembentukan Panitia Kerja atau Panja untuk mengusut polemik kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Pimpinan komisi dan juga sejumlah fraksi partai koalisi pendukung pemerintah tak setuju dengan usul Fraksi PKS untuk membentuk Panitia Khusus Hak Angket guna menyikapi persoalan minyak goreng (Pansus Minyak Goreng).
"Kami belum setuju (Pansus Minyak Goreng). Nanti malah makin gaduh. Sementara ini, kami bentuk Panja Komoditas Pangan dan Bahan Pokok di Komisi VI untuk mendalami polemik ini," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Hekal, Senin malam, 21 Maret 2022.
Menurut Hekal, pembentukan Panja sudah dikukuhkan kemarin. "Saya insya Allah ketuanya," tuturnya. Setelah dikukuhkan, Panja juga direncanakan akan menggelar rapat internal pada hari ini.
Fraksi PKS sebagai pengusul hak angket menyebut, semestinya dibentuk pansus minyak goreng karena pemerintah dinilai telah gagal mengatasi gejolak harga minyak goreng yang sudah berlangsung berbulan-bulan. Terlebih, setelah kebijakan pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak dalam kemasan yang melambungkan harga minyak goreng di pasaran.
Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini mengatakan, partainya melihat ada indikasi pelanggaran sejumlah undang-undang dalam kisruh minyak goreng ini dan pemerintah mesti dimintai pertanggungjawaban, baik secara politik maupun hukum. Atas dasar itu, PKS menilai pilihan penggunaan hak angket adalah paling tepat.
"Kajian internal Fraksi PKS menemukan pelanggaran undang-undang atas kisruh minyak goreng, antara lain pelanggaran atas sejumlah pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen," ujar Jazuli dalam pernyataaan resmi PKS yang disampaikan pada Jumat, 18 Maret 2022.
Anggota Komisi VI DPR RI fraksi PDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus tak setuju dengan usul PKS itu. Menurutnya, usul hak angket itu tidak memenuhi persyaratan. Deddy merujuk ketentuan Pasal 79 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 atau UU MD3, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Berdasarkan definisi itu, maka melakukan hak angket tidak memenuhi persyaratan legal konstistusional," ujarnya, kemarin.
Menurut Deddy, kelangkaan minyak goreng saat ini disebabkan melonjaknya harga komoditas Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya yang disebabkan oleh menurunnya pasokan minyak nabati dunia, krisis energi dunia, dan konflik Ukraina. Namun, Indonesia tidak kehabisan stok. Komisi VI telah meminta Kementerian Perdagangan melakukan upaya sistematis dan berkelanjutan untuk mengatasi persoalan kelangkaan dan harga yang tinggi tersebut. Hingga kemudian lahir kebijakan domestic market obligation (DMO), domestic price obligation (DPO), dan harga eceran tertinggi (HET)--yang belakangan dicabut untuk minyak dalam kemasan.
"Nah, yang menjadi masalah adalah munculnya pemburu rente yang mencari keuntungan dari kondisi ini, terjadi penimbunan barang yang menyebabkan kelangkaan. Jadi jelas sekali bahwa persoalannya adalah penegakan hukum yang seharusnya menjadi tanggung jawab banyak pihak, mulai dari bea cukai, kepolisian, kepala daerah dan tentu saja Kementerian Perdagangan," tuturnya.
Untuk itu, Deddy menilai persoalan ini tidak perlu diselesaikan dengan pembentukan Pansus. "Menurut saya usulan hak angket itu terlalu berlebihan dan cenderung semacam kegenitan politik saja," tuturnya.
Fraksi PPP juga menolak pembentukan Pansus Hak Angket Minyak Goreng. Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menilai pembentukan Pansus hanya akan menimbulkan kegaduhan politik. PPP menilai permasalahan ini bisa diselesaikan dengan membentuk Panja.
"Di Panja itu bisa lebih fokus lebih spesifik memanggil pihak-pihak terkait untuk menginvestigasi terkait dengan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Beberapa Panja terbukti sukses seperti Panja Jiwasraya, tidak gaduh tapi selesai masalahnya," ujar pria yang akrab disapa Awiek ini, saat dihubungi Tempo, Senin, 21 Maret 2022.
Ketua Kelompok Fraksi PKB di Komisi VI DPR Nasim Khan juga mengatakan partainya lebih memilih Panja ketimbang Pansus. "Untuk usulan PKS terhadap hak angket, kami pikir masih belum perlu karena jelas permasalahannya juga Komisi VI sudah memutuskan untuk (membentuk) Panja," kata Nasim dalam siaran pers, Senin, 21 Maret 2022.
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Demokrat Herman Khaeron mengatakan, jika melihat keadaan saat ini, Pansus patut menjadi pilihan agar bisa mengurai permasalahan dan menemukan solusi. "Namun, pengalaman di era DPR saat ini, usulan Pansus kandas di pimpinan dan tidak ada keberlanjutanya," ujar Herman.
Maka sebagai alternatif, Herman menawarkan opsi pembentukan Panja di setiap komisi dengan dengan topik yang sama. Untuk saat ini, Panja baru dibentuk di Komisi VI.
DEWI NURITA