TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam, mengumumkan hasil pemantauan dan penyelidikan dugaan kekerasan kerangkeng manusia di Kediaman Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
“Di awal kami umumkan ada 3 orang korban meninggal, setelah itu kami berproses lagi sampai dua minggu lalu jumlah bertambah 3 lagi, menjadi 6 korban meninggal di sana,” ujar Anam dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Maret 2022.
Namun, Anam melanjutkan, penyebab meninggalnya masih belum didalami. “Ini perhatian juga bagi teman-teman kepolisian untuk ikut mendalami,” katanya lagi.
Selain itu, Anam juga menyebutkan bahwa kerangkeng yang ada di kediaman Terbit jumlahnya ada dua. Kerangkeng tersebut dihuni sebanyak 57 orang.
“Di dalamnya memiliki struktur pengurus seperti pengurus, pembina, kalapas, dan bebas kereng (besker). Mereka ini diduga orang-orang yang melakukan tindakan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan harkat martabat,” tutur Anam.
Komnas HAM juga menemukan ada sekitar 26 bentuk kekerasan dan perlakuan harkat martabat manusia dengan instrumen kontrol untuk para penghuni. Anam menemukan ada minimal 18 alat yang digunakan sebagai instrumen kekerasan.
“Termasuk cabe, kolam, pisau, korek, rokok, besi, tang, dan palu. Jadi antara dipalu dan dicopot kukunya itu peristiwa berbeda,” kata Anam.
Komnas HAM mengatakan ada 19 orang yang diduga pelaku penyiksaan di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana. “Ini menurut informasi dari masyarakat, termasuk namanya yang patut diduga melakukan kekerasan. Mulai dari pengurus, pembina, kalapas, besker, penghuni lama, ormas tertentu, keluarga Terbit, bahkan ada dari pihak TNI dan Polri,” kata Anam.
Baca juga: Polda Sumut Periksa 65 Saksi di Kasus Kerangkeng Manusia