TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Sumatera Utara telah memeriksa beberapa saksi terkait dengan kasus kerangkeng manusia yang diduga dijadikan tempat perbudakan modern milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin. Kabid Humas Polda Sumut, Komisaris Besar Polisi Hadi Wahyudi mengatakan jumlah saksi yang diperiksa ada lebih dari 65 orang.
"Saksi kasus kerangkeng manusia yang diperiksa bertambah. Saat ini sudah lebih dari 65 orang," ujar Hadi dalam keterangannya pada Minggu, 13 Februari 2022.
Jumlah 65 orang yang diperiksa itu terdiri atas orang-orang yang pernah tinggal di tempat tersebut. Termasuk pihak keluarga ataupun orang-orang yang mengetahui dugaan tindak pidana yang terjadi di tempat tersebut.
Hadi mengatakan bahwa pihaknya hingga kini masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di kerangkeng tersebut. Adapun serangkaian penyelidikan yang dilakukan selain memeriksa puluhan saksi juga mengeksomasi atau membongkar dua makam penghuni kerangkeng yang diduga tewas akibat dianiaya di sana.
Dua makam yang digali itu berlokasi di Tempat Pemakaman Umum Pondok VII, Kelurahan Sawit Seberang dan Tempat Kuburan Keluarga Dusun VII Suka Jahe, Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat. Pembongkaran kuburan ini, disebutnya dilakukan untuk keperluan autopsi jenazah guna melengkapi proses penyidikan.
"Dari hasil penggalian kubur dan otopsi dari Sabtu, 12 Februari, pukul 10.00 WIB hingga 13.30 WIB tadi, penyidik telah memiliki beberapa catatan penting,” kata Hadi.
Catatan tersebut adalah terungkap bahwa korban Sarianto Ginting masuk kerangkeng manusia buatan eks Bupati Langkat pada 12 Juli 2021, meninggal 15 Juli 2021. "Sedangkan korban Abdul, masuk tanggal 14 Februari 2019, meninggal 20 Februari 2019." ujar Hadi.
Baca: Polisi Temukan Alat yang Diduga untuk Aniaya Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat