TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Melawan Oligarki mengirim Amicus Curiae (sahabat pengadilan) atas perkara sidang pembacokan terhadap advokat Jurkani di Pengadilan Negeri Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Juru bicara KPK 2016-2019 dan anggota Tim Advokasi, Febri Diansyah, sangat bersimpati dan kehilangan dengan kepergian pejuang Jurkani, seorang advokat pembela HAM yang berani melawan mafia tambang seorang diri.
“Amicus Curiae ini kami ajukan sebagai bentuk perlawanan terhadap para mafia tambang dan oligarki yang koruptif dan destruktif tersebut,” kata Febri Diansyah lewat siaran pers kepada Tempo, Selasa 1 Februari 2022.
Menurut Febri, ada 75 orang yang mengajukan diri secara tertulis sebagai pengusul Amicus Curiae, baik akademisi, aktivis, advokat, dan berbagai elemen masyarakat sipil. Mereka resah atas proses penanganan perkara pembunuhan advokat Jurkani di Kalimantan Selatan, yang penuh kejanggalan dan rekayasa.
“Jurkani adalah martir yang kesekian kalinya tumbang akibat berani melawan arus mafia tambang dan oligarki koruptif di Kalimantan Selatan,” kata Febry.
Ia melanjutkan, martir lainnya adalah Hardiansyah, seorang Guru SD yang meregang nyawa setelah memprotes aktivitas tambang milik seorang pengusaha kaya raya di Kalimantan Selatan; Trisno Susilo, seorang pegiat hak masyarakat adat yang divonis penjara 4 tahun karena mempertahankan tanahnya.
Kemudian ada Muhammad Yusuf, seorang wartawan yang dijebloskan ke Penjara. Ia meninggal di dalam sel setelah mewartakan konflik perebutan lahan yang melibatkan perusahaan orang kuat di Kalimantan Selatan; dan terakhir Diananta Putra Sumedi, jurnalis Banjarhits.id yang juga dibui karena berani memberitakan sengketa lahan yang dialami masyarakat adat suku Dayak di Kalimantan Selatan.
Jurkani meninggal ketika menjalankan tugasnya sebagai advokat yang mengadvokasi penolakan tambang ilegal di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
“Keputusan mengajukan Amicus Curiae tersebut diambil sebagai upaya meluruskan proses penanganan perkara yang menurut Tim Advokasi JURKANI dan berbagai elemen masyarakat banyak kejanggalan, rekayasa, serta jauh dari kata transparan dan berkeadilan,” kata Febri Diansyah.
Adnan Topan Husodo, selaku koordinator ICW, mengatakan fakta para mafia tambang dan oligarki di Kalimantan Selatan adalah kisah nyata terbukti pada proses penanganan perkara Jurkani yang terkesan mengada-ada.
“Persidangan yang katanya dipicu emosi dan mabuk semata, telah menghilangkan nyawa seorang pejuang HAM yang sedang mengadvokasi tambang batubara. Ini jelas pertanda virus mafia dan oligarki telah menjangkiti para pejabat dan aparat penegak hukum,” ujar Adnan Topan Husodo.
Menurut Adnan, Kalimantan Selatan adalah daerah yang sangat kaya sumber daya alam. Namun kekayaan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Bahkan tidak jarang pembunuhan sadis sebagai praktik mafia digunakan dengan ringan tangan untuk memastikan bisnis dapat berjalan lancar dan tanpa gangguan.
Adapun eks Ketua KPK, Busyro Muqoddas berkatan tsunami kebiadaban telah hadir dalam pembunuhan dan penanganan kasus Jurkani. “Kita yang masih memiliki hati dan merindukan keadilan hakiki, harus melakukan perlawanan sekuat-kuatnya, meskipun mungkin tetap sulit mengungkap mafia oligarki dibalik pembacokan sadis Jurkani. Tetapi kita harus terus berjuang dan melawan,” kata Busyro Muqoddas.
Melalui Amicus Curiae, tim advokasi berharap majelis hakim yakin dan tidak ragu untuk membuat putusan yang seadil-adilnya guna mewujudkan kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.
"Seluruh pendukung Amicus Curiae berharap Jurkani adalah penutup dari cerita kelam simbah darah batubara, sekaligus menjadi peletup semangat memberantas oligarki dan praktik mafia tambang yang merusak bumi Nusantara," tulis tim advokasi.