TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 17 kasus kekerasan yang melibatkan peserta didik dan pendidik sepanjang 2021. Kekerasan terjadi di lingkungan satuan pendidikan hingga di luar satuan pendidikan, yang melibatkan peserta didik dari sekolah yang sama, misalnya kasus tawuran antar pelajar.
"Kasus-kasus kekerasan fisik/perundungan dan pembullyan di satuan pendidikan terjadi di sejumlah daerah mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar sampai SMA/SMK. Seluruh kasus yang tercatat melibatkan sekolah-sekolah di bawah kewenangan KemendikbudRistek," ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti, dalam keterangan tertulis, Rabu, 29 Desember 2021.
Data ini dikumpulkan KPAI mulai 2 Januari - 27 Desember 2021. Wilayah kejadian terjadi di 11 provinsi yang meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi tenggara, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Selatan.
Sedangkan kabupaten/kota meliputi: Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Bandung, Karawang (Jawa Barat); Kulonprogo dan Bantul (DI Yogyakarta); Malang (Jawa Timur); Jakarta Selatan (DKI Jakarta); Tangerang Selatan (Banten); Kota Batam (Kepri); Bau Bau (Sulawesi tenggara); Kota Tarakan (Kalimantan Utara); Alor (NTT); Dompu (NTB); Musi Rawas (Sumatera Selatan).
Retno mengatakan jenis-jenis kasusnya didominasi oleh tawuran pelajar dengan 10 kasus. Disusul kemudian dengan kasus kekerasan berbasis SARA sebanyak 1 kasus, dan perundungan/pembullyan sebanyak 6 kasus.
"Ternyata, meski pandemi Covid-19, namun tawuran pelajar tetap terjadi. Bahkan menurut data Polres Kota Bogor, terjadi peningkatan jumlah tawuran pelajar sepanjang tahun 2021," kata Retno.
Sementara itu, pada bulan Januari, Februari dan September, KPAI tidak mencatat ada kasus perundungan di satuan pendidikan. Namun, pada bulan Oktober justru banyak sekali kasus perundungan yang terjadi.
Retno mengatakan para pelaku kekerasan di pendidikan terdiri dari teman sebaya, guru, orangtua, pembina dan kepala sekolah. Pelaku teman sebanyak mendominasi, yaitu ada 11 kasus yang melibatkan teman sebaya. Sedangkan pelaku guru ada 3 kasus dan pelaku Pembina, kepala sekolah dan orangtua siswa masing-masing 1 kasus.
Dari data KPAI, mayoritas korban adalah anak. Satu kasus korbannya adalah guru yang mengalami pengeroyokan yang dilakukan oleh orangtua siswa.
"Yang mengenaskan, korban ada yang meninggal dan mengalami kelumpuhan. Adapun korban meninggal karena tawuran ada 5 orang; karena dianiaya guru ada 1 siswa meninggal; dan 1 siswa di Musi Rawas mengalami kelumpuhan setelah dikeroyok teman sebayanya," kata Retno.
Retno pun kemudian mendorong KemendikbudRistek untuk melakukan monitoring dan evaluasi terkait implementasi dari Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan. Dari catatan KPAI, sejumlah sekolah yang terdapat kasus kekerasannya, tidak mengetahui keberadaan Permendikbud tersebut.
Selain itu, KPAI juga mendorong Dinas-Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota dan Provinsi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala terhadap sekolah/madrasah/pondok pesantren untuk memastikan perlindungan anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan di satuan pendidikan.
Portal-portal pengaduan kekerasan di satuan pendidikan harus banyak dan mudah diakses korban dan saksi. Satuan pendidikan pun didorong harus berani mengakui dan mengumumkan adanya kasus kekerasan seksual maupun perundungan di lingkungan satuan pendidikan disertai permintaan maaf.
"Jangan ditutupi dengan menganggap sebagai aib, tetapi wajib melaporkan kepada pihak kepolisian agar pelaku diproses hukum sehingga ada efek jera dan tidak ada korban lagi di satuan pendidikan tersebut," kata Retno.