Pembawa acara olahraga, Lucy Wiryono, juga kelabakan mencari hotel karantina karena perubahan aturan isolasi menjadi 10 hari. Sebelum terbang ke Amerika Serikat, Lucy memesan paket karantina selama 3 hari di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Paket dibanderol sekitar Rp 3,6 juta.
Saat Lucy berada di AS, pemerintah mengumumkan perpanjangan masa karantina menjadi 10 hari. Ia pontang-panting memperpanjang paket karantina dan harus merogoh kocek Rp 10 juta. Pada 15 Desember lalu, Lucy telah menyelesaikan masa isolasinya. “Peraturan berubah-ubah selama pandemi ini dan tak ada gunanya marah-marah,” tuturnya.
Berbeda dengan mereka yang mengikuti karantina di hotel, pelaku perjalanan dari luar negeri lain harus menjalani masa pengucilan di tempat yang disediakan pemerintah. Riza Nasser seorang karyawan swasta kembali ke Jakarta pada 8 Desember. Saat itu, ia baru saja mengunjungi istri dan anaknya yang tinggal di Malaysia.
Di Bandara Soekarno-Hatta, Riza menyatakan pada petugas bahwa ia belum menyewa kamar hotel karena perubahan durasi karantina. Petugas pun menawarkan paket karantina 10 hari di hotel sekitar bandara, dengan tarif Rp 8,2 juta. Jumlah itu sudah termasuk biaya 2 kali tes usap dan konsumsi. “Saya bilang tidak punya uang sebanyak itu untuk karantina,” ucap Riza.
Laki-laki 35 tahun itu sempat menawar biaya kamar Rp 300 ribu per malam. Namun petugas menolak dan mengatakan tarif tersebut sudah paling murah. Tak bersepakat, Riza disuruh bergabung dengan puluhan penumpang yang tak sanggup bayar biaya karantina di hotel. Sebagian adalah anggota jemaah tablig yang baru pulang dari Pakistan.
Menjelang tengah malam, seorang petugas menghampiri untuk mendata identitas mereka. Mereka lalu diminta naik ke bus Damri menuju Rumah Susun Pasar rumput, Jakarta. Rusun itu salah satu lokasi karantina terpusat yang disediakan gratis oleh pemerintah.
Baca laporan Majalah Tempo edisi pekan ini: Cuan Bisnis Penginapan
MAJALAH TEMPO