TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswi salah satu fakultas di Universitas Riau diduga menjadi korban pelecehan seksual. Pelaku diduga adalah dekan di fakultas tersebut.
Tim advokasi Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Universitas Riau, Agil Fadlan, mengatakan korban saat ini masih merasa trauma secara mental. “Beliau masih belum siap untuk bertemu orang banyak dan membicarakan masalah ini,” kata Agil kepada Tempo, Kamis, 4 November 2021.
Kasus dugaan pelecehan seksual ini terjadi pada Rabu siang, 27 Oktober 2021. Korban mengaku baru berani mengungkapkan kisah pilunya itu sepekan setelah kejadian, melalui video yang diunggah Komahi Universitas Riau di media sosial pada hari ini.
Korban menceritakan pada waktu kejadian, ia menemui pelaku untuk bimbingan proposal skripsi. Di ruangan dekan itu hanya ada korban dan pelaku. Mulanya, kata korban, pelaku menanyakan beberapa pertanyaan yang personal, seperti pekerjaan dan kehidupan korban.
“Namun dalam percakapan tersebut, beberapa kali pelaku mengatakan kata-kata yang membuat saya tidak nyaman, seperti ia mengatakan ‘I love you’ yang membuat saya merasa terkejut dan sangat tidak menerima perlakuan Bapak tersebut,” ujar korban dalam videonya.
Usai bimbingan, korban hendak bersalaman dengan pelaku untuk berpamitan. Namun, pelaku menggenggam kedua bahu korban dan mendekatkan tubuhnya. Pelaku kemudian memegang kepala korban dengan kedua tangannya, lalu mencium pipi kiri dan kening korban.
“Saya sangat merasa ketakutan dan langsung menundukkan kepala saya. Namun pelaku segera mendongakkan kepala saya dan ia berkata, ‘Mana bibir, mana bibir’ yang membuat saya sangat terasa terhina,” katanya.
Korban lantas mendorong pelaku lalu meninggalkan ruangan dekan dalam kondisi terguncang. Usai kejadian tersebut, korban menemui salah satu dosen jurusannya untuk mengadu. Ia juga meminta dosen tersebut untuk menemaninya bertemu ketua jurusan. Tetapi, bukannya mendapat pertolongan, korban justru mendapat intimidasi.
Di hadapan ketua jurusan, sang dosen mempersoalkan persyaratan SK dalam melakukan bimbingan proposal. Bahkan, kata korban, dosen tersebut juga mengancam agar korban tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun. “Saya hanya disuruh bersabar saja, tabah saja tanpa perlu mempermasalahkan kasus pelecehan seksual yang menimpa saya,” ujarnya.
Dosen tersebut juga menyampaikan bahwa perbuatan pelaku merupakan kekhilafan. Bahkan hendak mempertemukan korban dengan pelaku. Padahal, membayangkan wajah pelaku saja sudah membuat korban trauma.
Menurut korban, pelaku sempat menghubunginya berkali-kali dengan nomor baru. Juga mengirimkan pesan, “Kok telepon Bapak di-reject?”. Tak berhenti di situ, pelaku juga menghubungi keluarga korban melalui perantara. Pelaku menyampaikan alasannya mencium korban karena menganggapnya sebagai anak. Karena pelaku masih membela diri, korban dan keluarganya menegaskan tidak bisa memaafkannya. Dengan memberanikan diri menceritakan kasusnya kepada publik, korban berharap mendapat keadilan dan perlindungan.
Tim advokasi Komahi Universitas Riau saat ini fokus melakukan pencarian pendampingan hukum bagi korban pelecehan seksual ini. “Selain itu kami juga masih merembukkan pendekatan selanjutnya kepada pihak-pihak jurusan, dekanat hingga rektorat,” ujar Agil.
Baca juga: Kemendikbud Sebut Aturan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Sejalan UU