TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyoroti potensi penyalahgunaan dana reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Lucius mengatakan dana yang besar itu tak disertai mekanisme pertanggungjawaban yang rigid.
"Tidak sampai rupiah paling kecil terkait dengan penggunaan dana. Itu saja membuka ruang bagi penyalahgunaan dana reses dan serap aspirasi," kata Lucius dalam diskusi virtual yang digelar MNC Trijaya FM, Sabtu, 18 September 2021.
Lucius mengatakan dana reses itu diterima anggota Dewan secara gelondongan ke rekening masing-masing. Anggota DPR kemudian melaporkan penggunaan dana reses itu sekaligus menyampaikan usulan program reses selanjutnya, agar anggaran berikutnya bisa dicairkan.
"Pertanggungjawaban dana reses jadi tidak penting, usulan program berikutnya yang membuat dana reses akan cair," kata Lucius.
Apalagi, Lucius melanjutkan, ada juga anggota-anggota Dewan yang tak pernah turun ke daerah pemilihan di masa reses, tetapi mereka tetap menerima dana reses. Ia menyitir cerita anggota DPR periode 2009-2014, Erik Satrya Wardhana, yang menyebut ada koleganya ketika itu yang tak pernah datang ke dapil untuk menyerap aspirasi.
Besarnya dana reses anggota DPR disorot setelah pernyataan kader PDI Perjuangan, Krisdayanti, ihwal besarnya gaji dan tunjangan anggota Dewan, serta dana reses dan kunjungan daerah pemilihan. Menurut Lucius Karus, blak-blakan Krisdayanti itu mengagetkan.
Kendati beberapa poin ucapan Krisdayanti diluruskan kemudian, Lucius mengapresiasi niat dan keberanian penyanyi kondang itu untuk mengungkap gaji dan pendapatannya. Ia mengatakan sudah lama publik menunggu anggota DPR memberitahukan gaji dan tunjangan mereka.
"Selama ini sangat sulit mendapat jawaban spontan, ketika ditanya kepada anggota DPR berapa gaji dan tunjangan pasti muter-muter jawabannya, sambil menyembunyikan angkanya," ujar Lucius.
Ketika Krisdayanti akhirnya menyebut angka, kata Lucius, publik pun terkaget-kaget. Ia mengatakan keterkejutan itu karena pendapatan dan anggaran yang besar seperti tak berefek pada kinerja Dewan.
Ia mencontohkan dana serap aspirasi dari daerah pemilihan yang disebut Krisdayanti sebesar Rp 450 juta. Lucius menganggap, faktanya tak banyak aspirasi masyarakat yang teraktualisasikan dengan kebijakan-kebijakan parlemen.
"Wajar kalau kita terkejut, dengan angka yang begitu besar tidak pernah terwujud melalui hasil kerja yang maksimal," ucapnya.
Krisdayanti sebelumnya mengatakan dana reses digunakan untuk membiayai berbagai hal teknis kegiatan. Bentuknya bisa berupa pertemuan biasa dengan masyarakat, sampai kegiatan tertentu yang menjadi kebutuhan warga.
"Jadi dana reses yang berasal dari rakyat ini pada akhirnya kembali lagi ke rakyat dalam berbagai bentuk kegiatan," ujar Krisdayanti, seperti ditulis Antara, Kamis, 16 September 2021.
Ia menyatakan kegiatan menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan yang telah dianggarkan negara juga dilakukan oleh anggota DPRD di provinsi, maupun kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan UU MD3. Politikus PDIP ini mengatakan penggunaan anggaran tersebut wajib dilaporkan ke sekretariat dewan dan akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: Mantan Legislator Sebut Dana Reses Anggota DPR Kini Naik 2 Kali Lipat