TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir, menampik adanya konflik kepentingan dalam penetapan tarif tertinggi pemeriksaan polymerase chain reaction atau tes PCR. Sebelumnya, ICW mensinyalir ada potensi konflik kepentingan harga tes sebab Abdul Kadir merupakan Komisaris Utama PT Kimia Farma Tbk (Persero).
"Saya ini diangkat jadi komisaris baru tiga bulan. Jadi kalau dibilang sengaja misalnya memperlambat penurunan (harga tes PCR), saya saja baru diangkat. Jadi tidak ada konflik kepentingan disitu," ujar Kadir saat dihubungi Tempo, Jumat, 20 Agustus 2021.
Abdul Kadir meneken Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 yang menetapkan tarif tertinggi untuk pemeriksaan PCR sebesar Rp 900.000 pada 5 Oktober 2020. Akhirnya pemerintah menurunkan tarif PCR menjadi Rp 495 ribu beberapa hari lalu. Abdul Kadir ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Kimia Farma Tbk (Persero) pada 28 April 2021.
Menurut Abdul Kadir, penurunan tarif tes PCR baru bisa dilakukan karena harga reagen di pasaran mulai turun. "Harga-harga reagen di pasaran itu sudah jauh lebih turun dibandingkan tahap awal pandemi Covid-19. Karena itu ada evaluasi batas atas tarif PCR. Dan penetapan harga ini kan bukan hanya untuk Kimia Farma, tapi semua lab dan rumah sakit. Tidak ada hubungan dengan posisi saya," ujarnya.
Kadir menyebut evaluasi ini dilakukan bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melalui perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR. Evaluasi ini terdiri dari komponen-komponen berupa jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead dan komponen lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
"Semua dihitung, sampai pakaian hazmat, listrik, air, gas, termasuk margin profit yang diberikan 15 persen kepada perusahaan," ujar Kadir.
Kendati demikian, kata dia, rincian biaya per komponen tes PCR tidak bisa disampaikan kepada publik karena merupakan rahasia BPKP. "Jadi sekali lagi, yang menghitung harga bukan Kementerian Kesehatan, tapi BPKP," tuturnya.