TEMPO.CO, Jakarta - Analis sosial politik UNJ, Ubedilah Badrun, mengatakan, cara elite menaikkan popularitas lewat baliho merupakan cara yang tidak sopan pada rakyat. Pasalnya, rakyat sedang berjibaku kerja keras menghadapi pandemi dan krisis ekonomi yang panjang dan berat. “Elite malah buang uang,” ujarnya dalam keterangannya, Senin, 9 Agustus 2021.
Dari fenomena baliho elite partai, kata Ubed, menunjukkan tiga hal. Pertama, elite politik republik miskin nurani dan empati terhadap derita rakyat. Kedua, menunjukkan ketakutan tentang hilangnya ingatan publik pada elite politik tersebut, sehingga ingin merawat ingatan publik dengan memasang baliho besar di tengah masyarakat.
Ketiga, Ubed mengatakan pemasangan baliho menunjukkan nafsu berkuasa yang sangat tinggi sehingga terburu-buru kampanye meski rakyat sedang menderita.
Ia menyebut pemasangan baliho sejumlah ketua umum partai politik hanya bagian dari pencitraan yang tidak sepenuhnya menaikkan popularitas. “Kalau populer karena baliho, terus nyapres? Itu namanya Capres Baliho,” kata Ubed.
Belakangan ini, baliho bergambar Ketua DPR Puan Maharani menjadi sorotan publik. Baliho tersebut terpasang di berbagai daerah. Selain foto Puan, di baliho juga tertera tulisan ‘Kepak Sayap Kebhinnekaan’.
Selain Puan, beberapa tokoh politik lain juga mendapat sorotan karena memasang baliho berukuran besar di berbagai daerah, antara lain Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.
FRISKI RIANA
Baca: PDIP: Mba Puan Maharani Setuju Pemasangan Baliho, Tak Ada Paksaan