TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok masyarakat sipil Gerak Perempuan mengkritik Partai Golkar yang dinilai mengkhianati konstitusi karena mendiskriminasi perempuan. Perwakilan Gerak Perempuan, Jumisih, mengatakan, setidaknya dua kali politikus Golkar mengeluarkan pernyataan yang mendiskriminasi perempuan.
Jumisih mengatakan pernyataan pertama ialah tentang tidak perlunya Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, sedangkan yang kedua tentang mengeluarkan persalinan dari tanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Pernyataan ini menunjukkan para politisi Golkar tidak paham tentang konstitusi," kata Jumisih dalam keterangan tertulis, Senin, 22 Maret 2021.
Jumisih mengatakan, Pasal 28H ayat (2) mewajibkan adanya kemudahan dan perlakuan khusus kepada kelompok rentan dan perempuan. Dia mengatakan hal ini sesuai pula dengan kewajiban Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
Konvensi tersebut mewajibkan adanya afirmasi (special temporary measures) untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan.
Jumisih mengatakan, mencabut komponen biaya persalinan dari BPJS adalah sikap yang abai terhadap angka kematian ibu dan anak. Pada 2017, kata dia, Indonesia sudah menempati posisi tertinggi ketiga untuk angka kematian ibu dan anak di ASEAN.
Begitu pula dengan menganggap RUU Perlindungan PRT belum mendesak dibahas. Menurut Jumisih, sikap itu jelas dapat menghambat langkah 5 juta PRT untuk bebas dari rantai kekerasan dan diskriminasi yang rentan mereka alami di dunia kerja.
Jumisih menilai pernyataan para politikus Golkar tersebut juga melanggar sumpah dan janji sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024. Sebagai politikus yang diamanatkan bersikap adil, kata Jumisih, mereka justru menunjukkan sikap sebagai agen perbudakan modern dan pengingkaran atas hak reproduksi buruh perempuan.
"Perlu diketahui bahwa kesehatan reproduksi perempuan sejatinya adalah basis kerja produksi, apabila itu diingkari maka akan mengganggu kerja-kerja produksi," ujar Jumisih.
Pekerja perempuan yang sehat, kata dia, sangat berkontribusi untuk memajukan ekonomi dan kemajuan bangsa. Gerak Perempuan berpendapat sikap para politikus Golkar itu merupakan ancaman serius bagi pekerja perempuan yang saat ini juga dirugikan dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja.
Jumisih melanjutkan, di tengah pandemi Covid-19 ini pemerintah pun berulang kali mengungkapkan kekhawatiran terhadap sulitnya akses kontrasepsi. Dia menyebut ini akan semakin memperburuk kerentanan terhadap perempuan, khususnya di daerah terpencil.
"Selain itu, usulan dari Partai Golkar untuk mengeluarkan persalinan dari BPJS juga menambah beban perempuan korban kekerasan seksual yang hingga kini masih menanti pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ujar Jumisih.
Sikap Fraksi Golkar terkait RUU Perlindungan PRT sebelumnya disampaikan saat pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 pada Kamis malam, 14 Januari 2021. Sejumlah politikus Golkar yang menjadi anggota Badan Legislasi DPR menyatakan tak setuju RUU itu masuk dalam Prolegnas prioritas tahun ini.
Sedangkan usulan mengeluarkan komponen biaya persalinan dari BPJS disampaikan oleh anggota Fraksi Golkar Darul Siska saat rapat kerja Komisi IX pada Rabu lalu, 17 Maret 2021. Dia beralasan kelahiran merupakan hal yang diinginkan individu dan bisa direncanakan keluarga.
BUDIARTI UTAMI PUTRI