TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menyebut setidaknya ada tujuh kali upaya penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Busyro mengatakan kejadian itu mencakup sebelum, selama, dan sesudah dirinya memimpin lembaga antirasuah itu.
"Tujuh kali yang saya tahu dan saya mendengar langsung, tujuh kali upaya penyelakaan atau pembunuhan terhadap Mas Novel," kata Busyro Muqoddas dalam diskusi bertajuk "Kapolri Baru: Membaca Potensi Cicak Vs Buaya dan Tindak Lanjut Pengungkapan Aktor Intelektual Penyerangan Novel Baswedan", Kamis, 25 Februari 2021.
Busyro mengatakan upaya-upaya mencelakai Novel itu sebelumnya selalu gagal, hingga akhirnya berhasil pada 11 April 2017 lalu. Novel diserang dengan disiram air keras oleh orang tak dikenal hingga kedua matanya rusak.
Busyro mengatakan fenomena serangan terhadap Novel tak dapat dilepaskan dari kejadian lain serangan terhadap KPK. Pertama, kata dia, yakni peristiwa 5 Oktober 2012 ketika KPK diserbu oleh sejumlah orang yang diduga aparat Kepolisian.
Namun kata Busyro, Kepala Kepolisian RI saat itu, Jenderal Sutarman, bersikap kooperatif. Sutarman dan pimpinan KPK kemudian melapor kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjadi Presiden.
Baca: Busyro Muqoddas Sebut Negara Bergerak ke Neo Otoritarianisme
Menurut Busyro, SBY menyatakan sikap tegas dengan meminta dihentikannya gerakan-gerakan menyerang KPK, termasuk revisi Undang-undang KPK yang gencar dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat. Kendati, kata dia, para pelaku penyerangan terhadap KPK maupun terhadap Novel tak pernah ditangkap.
Busyro pun menilai upaya percobaan pembunuhan terhadap Novel harus dimaknai sebagai upaya politik melemahkan KPK. "Jadi tidak bisa dipisahkan antara person Mas Novel dengan lembaga KPK, apalagi ada teman-teman penyidik yang lain yang juga mengalami terror rising," kata Busyro.
Maka dari itu, Busyro menilai kasus penyerangan terhadap Novel dan terhadap KPK adalah perkara yang kental muatan politiknya. Ia juga menganggap kasus ini tak bisa dilepaskan dari aspek historis Cicak vs Buaya jilid I dan II.
Berikutnya, Busyro menyebut kasus ini tak bisa dilepaskan dari upaya pelumpuhan KPK melalui revisi undang-undang yang terjadi sejak zaman Presiden SBY. Meski waktu itu, ujarnya, SBY menghentikan revisi UU KPK lantaran desakan masyarakat sipil.
Busyro meyakini saat ini pun ada kekuatan politik yang berkepentingan terhadap pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan. Kendati begitu, Busyro berharap Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat membongkar kasus tersebut. "Bukan saja aktor intelektualisnya tetapi di balik itu apa sesungguhnya," ujar Ketua PP Muhammadiyah ini.
Novel Baswedan pun menyampaikan harapan senada kepada Listyo Sigit. Ia meminta Kapolri mengusut lebih jauh kasus penyerangan terhadap dirinya. Kendati sudah ada dua pelaku yang dipidana, Novel menilai masih ada kejanggalan-kejanggalan dalam proses hukum yang berlangsung.
BUDIARTI UTAMI PUTRI