Ketua Ombudsman RI itu menilai peringatan dari anggota keluarga akan sangat berpengaruh bagi kualitas pribadi masing-masing hakim karena pada dasarnya para hakim dipilih dari orang-orang yang berkualitas baik.
"Tidak sembarang orang bisa menjadi hakim," kata Amzulian menegaskan.
Namun, Amzulian juga berpikir untuk membuat aplikasi pengaduan kode etik hakim, di mana masyarakat tinggal klik pada layar ponsel ketika menemukan ada perilaku sehari-hari para hakim yang tidak sesuai dengan 10 kode etik.
"Memang tidak bisa menghukum (hakim) pada saat itu, tapi paling tidak ketika dicek silang (cross check) ada data yang benar pelapor itu. Ini menjadi basis data bagi KY di dalam suatu saat misalnya, kalau diperlukan," kata Amzulian.
Ia juga menginginkan adanya tradisi menerbitkan eksaminasi putusan para hakim untuk kalangan praktisi hukum. Tradisi mengeksaminasi putusan itu dinilai dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan hukum di Indonesia dan para pelajar ilmu hukum.
Amzulian menyatakan eksaminasi putusan bukan hanya untuk kepentingan KY, tapi juga meningkatkan kemampuan mahasiswa-mahasiswa Ilmu Hukum di Indonesia. "Saya yakin di Komisi III DPR RI ini banyak yang berpengalaman di bidang praktik hukum. Bagaimana ketika merekrut sarjana hukum baru ya? Mereka (pelajar) tidak terbiasa membaca putusan-putusan hakim," kata Amzulian.
Untuk eksaminasi putusan tersebut, KY bisa mendekati para advokat yang tergabung dalam induk organisasi advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan lain-lain.
"Mereka (praktisi-praktisi hukum) ingin sekali ini diketahui publik, mereka ingin sekali ini dieksaminasi. Saya yakin para advokat di bidang tersebut, dugaan saya, pasti punya pengalaman seperti itu," kata Amzulian.